39

1.3K 159 5
                                    

"You don't have to be alone."--Without You by Seventeen

---

Lampu tengah sudah mati ketika Gavin membuka pintu dan masuk ke apartemen miliknya. Ia melepas sepatu lalu menaruh di lemari.

Kakinya melangkah menuju pantry. Membuka kulkas lalu mengambil sebotol air mineral dari sana untuk langsung diteguknya hingga tandas. Lantas menyandarkan tubuh pada pinggiran kitchen island sembari menatap tempelan yang berwarna-warni di kulkas hitamnya.

Ada dua buah foto polaroid yang tertempel disana. Foto Bea yang mencium pipi kanan Ditta yang sedang memasak dan foto dirinya yang tengah dirangkul Bea. Foto yang diambil pada malam pertama Ditta dan Gerry tinggal disana dan makan malam pertama mereka disana. Ditta yang memang suka fotografi mengabadikan momen tersebut. Awalnya Gavin ogah-ogahan namun Bea saat itu langsung berdiri dan merangkulnya yang duduk di kursi. Kamera yang dipegang oleh Gerry di arahkan pada mereka berempat. Walaupun agak shaky tapi Gavin bisa melihat keempatnya tersenyum lebar.

"Kamu udah pulang?"

Suara itu membuat Gavin langsung membalikkan badan. Matanya menemukan Bea yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Gadis itu tampak mengucek matanya yang memerah.

Gavin langsung melempar botol minum ke tempat sampah. Melangkah mendekati Bea yang kini sudah memakai pakaian tidurnya.

"Kamu kenapa belum tidur?"

Bea mengigit bibir bawahnya pelan. Matanya tampak ragu sebelum meringis pelan. "Aku sudah suruh Gerry pindah."

Jantungnya langsung mencelos. "Kamu nungguin aku?"

Anggukan kecil dari Bea menjadi jawaban. Gadis itu menatapnya linglung. "Soalnya tadi kamu bilang mau tidur sambil peluk aku."

Gumaman itu membuat senyum dibibir Gavin terbit walaupun rasa bersalah jadi ikut menyertai.

"Maaf ya kamu jadi nungguin aku."

Ia lalu membawa tubuh Bea dalam rangkulan. Melangkahkan kaki untuk kembali ke kamar.

"Gavin--"

"Hm?"

"Kenapa gak pake bantal?"

Pertanyaan itu membuat dada Gavin mendadak nyeri. Ingatan tentang apa yang pernah Bea lakukan dengan bantal tidak pernah pergi dari kepalanya. Kini gadis itu bertanya seolah-olah memang tidak pernah melakukan hal mengerikan seperti itu. Dirinya masih berusaha mencerna apakah Bea memang sedang berpura-pura dengan seapik ini.

"Kan ada lengan aku, Be."

"Tapi kenapa kita gak tidur pake bantal?"

Gavin melepas kaos miliknya. Meremas kain itu sembari mencari jawaban namun dirinya tidak tahu harus mengeluarkan alasan apa.

"Memangnya kamu gak mau pake lengan aku aja?"

Wajah Bea langsung memerah malu. Ia menggaruk pipinya lantas tertawa canggung.

"Bukan begitu--"

Laki-laki itu mendekat. Meraih wajah Bea untuk diusapnya pelan. "Aku bersih-bersih dulu ya. Gak lama. Abis itu aku langsung nyusul kamu."

Gadisnya mengangguk pelan. Gavin terkekeh lalu segera melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Secepat yang ia bisa seperti ucapannya pada Bea.

Tidak sampai lima belas menit, pintu kamar mandi kembali terbuka. Rambut dan tubuhnya sudah kembali kering. Ia hanya mengenakan celana tidur yang menggantung di pinggangnya yang ramping.

Ranjangnya yang ditutup bedcover berwarna abu-abu itu sudah diisi oleh Bea yang kini meringkuk. Pikirannya langsung melayang pada obrolannya bersama Sena beberapa jam lalu. Jauh didalam hatinya, ia tidak ingin orang lain apalagi di Abhyakta tahu siapa Bea dan bagaimana kondisinya. Tapi Gavin tahu bahwa ia tidak punya kapasitas yang lebih untuk mencari tahu semuanya sendirian atau berdua dengan Gerry. Gavin butuh orang yang lebih punya kuasa dan lebih punya uang tentunya.

So Do I [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang