12

2.1K 197 3
                                    

"Jika kamu goyah di atas ombak saat ini, rasakan saja dan biarkan tubuhmu mengikuti anginnya. Ketika angin memudar dan ombak semakin kecil, suatu hari nanti kamu akan berdiri di atas laut."--Vernon of Seventeen

---

"Gue udah nemu temen buat nonton nanti di sini."

Ditta menoleh. Tadi ketika ia mengajak sahabatnya itu untuk lari pagi di GBK, Bea masih ogah-ogahan. Setengah hati namun terpaksa ikut karena terus-terusan didorong olehnya.

Kini gadis itu tampak sangat sumringah ketika melihat Stadion Madya hanya karena band kesayangannya akan konser di sana dalam waktu beberapa hari lagi.

"Bayangin nanti gue ketemu Mingyu panas-panasan, Dit. Kayaknya gue bakalan pingsan deh,"

Sang sahabat hanya bisa mencibir.

"Temennya yang lo nemu di konser kemaren?"

Dengan penuh semangat, Bea menggeleng.

"Bukan."

"Siapa?"

"Ntar lo juga tahu,"

"Kenapa jadi rahasia-rahasiaan?"

Bea langsung mengulum senyum. "Nanti aja kalo gue udah nuker tiket. Takut malah gak jadi,"

Ditta memperlambat langkahnya. "Gue gak mau lo sama orang asing lagi, Be. Lo sadar kan lo udah cukup tua untuk melakukan hal-hal semacam ini?"

Tentu saja dijawab dengan senyum semakin lebar oleh Bea.

"Gak ada batasan umur untuk fangirling. Lo gak tahu tuh yang suka sama Super Junior siapa? Udah ibu-ibu anak dua!"

Berdebat dengan Bea tidak akan ada habisnya jika menyangkut kesukaan gadis itu.

"Terus cuti lo udah di-approve?"

"Boro-boro. Kayaknya email gue bahkan belum dibaca."

"Gue bantu biar di-approve mau gak?"

"Kayak lo bisa aja,"

"Bisa."

Melihat bagaimana yakinnya Ditta yang kini berjalan mundur di hadapannya membuat langkah Bea berhenti.

"Gimana?"

Langkah Ditta ikut berhenti. Gadis itu tersenyum sembari menaikkkan alisnya. Pandangan Ditta yang lurus melewati kepalanya membuat Bea menoleh.

Tidak jauh dari tempatnya berdiri, seseorang yang bisa memberikan persetujuan untuk cutinya sedang melangkah pelan menuju mereka.

Reflek, Bea langsung berdecak.

"Brengsek! Lo yang ngomong gue harus jauh-jauh dari dia, tapi lo juga yang terus-terusan bikin gue terlibat mulu sama dia!"

Ditta meringis. "Gue rasa omongan Gerry ada benernya. Sampai kapan lo bisa kabur dari semua ini?"

Giliran Bea yang meringis. Jika bersama Ditta, ia seperti membuka lapis pertama topeng yang biasa ia gunakan.

"Lo gak capek lari terus-terusan?"

"Kalo ga gitu, gue gak akan bisa hidup, Dit."

Bukannya tidak tahu, Ditta paham sekali bagaimana Bea bertahan selama ini. Hanya saja terkadang ia merasa Bea juga harus menghadapi semuanya.

"Lo udah hidup dalam badai selama ini,"

"Dan gue gak mau masuk dalam pusarannya. Kemungkinannya hanya dua, gue mati atau gue hidup tapi sekarat."

So Do I [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang