34

1.3K 147 5
                                    

"'Please, don't minimize my pain'. If you have a friend in your life who is going through a difficult period, rather than giving advice, I think it can be more comforting if you were to simply listen, empathize, and allow then to lean on you."--Vernon of Seventeen

---

Televisi di ruang tengah apartemen itu memutar sebuah series berjudul Shadow and Bones milik Netflix. Series yang diadaptasi dari novel terkenal milik Leigh Bardugo tersebut mengisahkan tentang dua sahabat yang sedari kecil memutuskan untuk terus bersama hingga mereka dewasa. Tidak keduanya sadari bahwa banyak sekali kekuatan dan rahasia yang harus dipecahkan. Dan tidak disadari juga oleh keduanya bahwa mereka memang sudah ditakdirkan untuk saling menemukan.

"Ben Barnes emang hot banget ya, Ditt. Gue dulu heran kenapa lo lebih suka dia dibandingkan William Moseley."

Ditta tidak bisa menahan tawa mendengar celutukan Bea. Gadis itu mendorong bahu Bea sembari mencibir.

"Lo dulu terlalu memuja Skandar Keynes sih."

Dibalas seperti itu membuat Bea ikut tertawa. Mengenang masa-masa sekolah mereka. Ditta sering mengajaknya ke rumah lalu mereka akan menonton semua film yang menurut mereka menarik. Kini kegiatan itu kembali dilakukan yang tentu saja ketambahan dua orang laki-laki.

Gerry yang bergabung namun masih terlihat sibuk dengan laptop di pangkuannya. Engineer satu itu tampak sangat fokus beberapa saat lalu sampai obrolan barusan membuatnya mengangkat kepala. Melihat pada tokoh yang menarik perhatian keduanya.

Sedangkan Gavin yang sedari tadi membaca sebuah buku juga melakukan hal yang sama. Kedua cowok itu duduk di atas sofa, sedangkan kedua perempuan cantik itu duduk di lantai bersandarkan sofa di antara mereka.

"Menurut kamu gantengan Peter atau Edmund?"

Kepala Bea tiba-tiba mendongak menatap Gavin membuat laki-laki itu berdehem singkat lalu menggeleng pelan. Pertanda ia tidak tahu siapa yang sedang dibicarakan oleh keduanya.

"Lo gak nonton Narnia, Gav?"

Apalagi itu Narnia? Tentu saja Gavin tidak punya waktu untuk melakukan hal-hal tidak penting seperti itu. Dirinya tidak tumbuh dengan banyak hiburan. Ia lalu menatap Gerry yang tampak juga bingung.

"Gerry juga gak nonton Narnia, Be. Gak asik."

Ditta mendengus. Sedangkan Bea justru tersenyum sumringah. Ia mengerling pada Ditta yang langsung mengerti maksud gadis itu.

"Mari kita kenalkan siapa itu Peter dan Edmund sama cowok-cowok tidak asik ini."

Tiba-tiba saja layar yang sedari tadi menampilkan Netflix langsung berubah menjadi Disney Hotstar. Bea meraih buku Gavin untuk ia taruh di atas meja begitu juga dengan Ditta perihal laptop tunangannya.

Sofa yang tadinya terasa luas itu menjadi penuh karena kini kedua gadis itu mengambil tempat di antara para cowok. Membuat diri mereka begitu nyaman seperti Ditta yang sudah menyandarkan tubuhnya pada pelukan sang kekasih.

Bea menatap Gavin antusias membuat laki-laki itu hanya memamerkan senyuman.

"Ini cerita tentang empat orang bersaudara. Dua laki-laki dan dua perempuan. Persis seperti kita."

Tentu saja dengan senang hati Bea akan membeberkan cerita film tersebut bahkan baru di menit pertama. Gadis itu dengan semangat menjelaskan bahwa Gerry adalah Peter, Ditta itu Susan, Gavin menjelma menjadi Edmund dan dirinya sendiri adalah Lucy Pevensie.

Malam itu dengan sangat gembira, Bea mengatakan bahwa petualangan mereka berempat akan segera di mulai.

---

So Do I [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang