"Whats the meaning of this world, when we keep going further way."--Pinwheel by Seventeen
---
"Dan lo tetap memilih disamping dia setelah tahu semua kisah hidupnya?"
Akan terdengar sangat sepele dan mengada-ngada jika Gavin berkata bahwa sejak bersama Bea, tidurnya selalu nyenyak. Jika bersama Bea ada setitik harapan yang tumbuh dalam hatinya. Jika bersama Bea ia merasa punya seseorang untuk merasa pulang.
"Ya."
Hanya satu kata itu yang akhirnya mampu ia ucapkan untuk menjawab pertanyaan Naka.
"Gue gak tahu harus bahagia atau miris sama kisah cinta lo, Gav."
Suara Sena lebih terdengar seperti ejekan namun senyum lebar merekah di wajah tampannya. Begitu juga dengan Gilang.
"Jadi apa rencana lo selanjutnya?"
Gavin menatap Gilang sembari meringis pelan. Ia menghela napas panjang sebelum menoleh pada Gerry. Rasanya ia tidak bisa menyampaikan semua rencana yang akan mereka lakukan nanti jika harus melakukan salah satu hal yang mungkin akan menyakiti Gilang dan Sena.
Seolah paham, Gerry kembali mengambil peran untuk menjelaskan.
"Dalam tiga minggu lagi, gue akan menikah. Lalu pindah ke Singapore. Bea sudah setuju akan ikut pindah. Gue sama Ditta sudah menemukan psikiater yang mungkin nanti bisa bantu Bea."
"Psikiater?"
Suara Gilang tumpang tindih dengan Naka yang juga mengajukan hal yang sama. Tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Gerry, lalu menatap Gavin yang juga tidak berusaha membantah atau meluruskan ucapan sahabatnya itu.
Melihat kebingungan mereka, Sena akhirnya berdehem pelan. Mengulurkan iPad miliknya ke tengah meja. Gawai berlayar datar tersebut menampilkan beberapa kalimat yang menujukkan beberapa gejala yang di-highlight dengan warna merah da hijau dengan beberapa hipotesa.
"Gue melakukan beberapa riset, Gav. Yang kita takutkan bisa jadi salah satu kemungkinannya. Dari psikiater yang gue datengin, Bea sepertinya memang menciptakan satu sosok baru dari dirinya."
Gilang dan Naka yang memang tidak pernah bersentuhan dengan hal-hal seperti itu tentu saja masih tidak paham kemana arah pembicaraan ini. Keduanya menatap layar iPad dengan dahi berkerut.
"Gue takut."pengakuan itu membuat semua laki-laki dewasa itu menoleh pada Gavin yang tampak gamang.
"Sebelum di-handle oleh tangan yang tepat, kita gak bisa menarik kesimpulan apapun. Bisa jadi Bea memang hanya pura-pura selama ini, gue sudah seringkali melihat dia melakukan itu sepanjang waktu."
"Benar."Sena mengangguk setuju pada Gerry."Lagipula Bea hanya menghapus bagian-bagian menyakitkan yang dia lalui. Bea masih mengenali dirinya sendiri, juga masih mengenali semua orang di Abhyakta. Menurut psikiater, gejala ini mungkin masih bisa ditangani. Bea hanya menampilkan semua hal-hal yang menyenangkan menurut dia."
Gavin mengusap wajahnya lelah. Tidak tega namun juga tidak punya daya untuk terus menyimpan ini lebih lama.
"Jadi maksudnya, Bea sengaja menciptakan sosok baru versi paling menyenangkan. Dia melupakan semua keluarga, teman-teman, dan yang terjadi selama ini dan memunculkan hal-hal yang membuat dia bahagia sampai menganggap Gavin adalah pacarnya. Begitu?"
"Naka--"
Naka mengeluarkan tawa getir. "Dan itu kenapa dia lupa semua yang berhubungan sama gue?"
Wajahnya serasa ditonjok saat ini. Patah hatinya bukan hanya karena ternyata Bea mencintai orang lain tetapi kenyataan bahwa gadis pujaannya itu sudah dengan sengaja menghapus Naka dalam hidupnya. Melupakan setiap hal yang pernah mereka lalui bersama. Membiarkan Naka tersesat dalam kebingungan dan mengalami patah hati sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...