"It's okay. This world is precious and precious again just as we're right now. Stay here with me. Even tomorrow, which I'll live as a kid who has grown up a lot. We resemble each other a lot. Let's be together. Just as you are. Like a kidult."Kidult by Seventeen
---
Tidak hanya jika bersamanya atau Ditta dan Gerry, Bea juga menjadi pribadi yang berbeda di kantor. Setelah dua hari izin tidak masuk dengan alasan sakit, gadis itu sudah kembali beraktivitas seperti biasa. Sudah lebih dari seminggu, namun perubahan itu tidak juga menghilang. Bea seolah-olah terlahir kembali.
"Hai, Be."
"Hai, Mas Naka."
Gadis itu juga tidak lagi menghindari Naka. Ia kembali ramah bahkan terlalu ramah. Tidak hanya Naka, tapi pada semua orang. Seperti pagi tadi ketika ia membelikan semua orang caramel machiato dan cinnamon rolls untuk sarapan.
"Lembur lagi malam ini?"
Bea menggeleng. Matanya menoleh pada Agnes yang tampak sudah menunggunya sedari tadi.
"Mau jalan dulu sama Agnes."
"Tumben."
"Tumben apanya?"
Naka tampak salah tingkah. Ia menggaruk telinga lalu menggeleng pelan. "Kalo begitu aku duluan, ya."
"Oke. Hati-hati, Mas Naka."
Selepas laki-laki itu pergi, Bea lalu melangkah menuju ruangan Gavin. Mengetuk pintunya sebelum mendorong dan melongokkan kepala. Gilang, Sena dan pemilik ruangan itu serempak menoleh ke arahnya.
"Kenapa, Be?"
Bea tersenyum lebar. "Mau pamit pulang duluan,"
Sena terkekeh melihat gadis itu. Gilang juga melakukan hal yang sama dan mengedipkan sebelah matanya ketika Gavin justru bangkit menghampiri.
"Jadi pergi sama Agnes?"
Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan antusias.
"Beneran gak mau aku temenin?"
"Nanti kamu capek kalo nemenin. Aku mau shopping soalnya."
Gavin suka dengan perubahan gadis itu. Bea jadi lebih terbuka dan hubungan mereka seperti bergerak ke arah yang juga ia suka. Bea tidak lagi canggung atau sungkan padanya, gadis itu bahkan sesekali melakukan kontak fisik tanpa minta izin lagi. Hari-hari yang mereka lalui juga lebih menyenangkan. Keberadaan Ditta dan Gerry di apartemennya juga memberikan efek yang jauh lebih membuat Bea tampak lebih bahagia.
"Pulangnya dianter Agnes? Aku jemput aja, ya. Kasian Agnes kalo harus bolak balik anter ke apartemen."
Bea mengangguk setuju. Ini juga hal yang disukainya. Bea menyetujui semua hal yang ia ucapkan. Tidak berdebat tentang urusan antar-jemput atau berangkat bersama. Bea bahkan juga tidak sungkan untuk ditemani kemana-mana.
"Nanti kalo udah kelar aku telfon, biar kamu gak perlu nunggu lama di parkiran."
Gavin mengangguk. Mengulurkan tangan untuk mengusap kepala gadis yang kini kembali melongokkan kepala.
"Duluan Pak Gilang, Mas Sena. Jangan lupa makan, ya!"
Sepeninggal Bea, Gilang dan Sena langsung menilik pada Gavin dengan tatapan bertanya.
"Lo apain itu anak orang jadi manis banget gitu?"
Gavin mengibaskan tangan. Tidak ingin membahas hal itu sekarang. Ia kembali meraih lembaran kertas yang tadi mereka bahas.
"Lo beneran soal ini?"
Perhatian Gilang dan Sena kembali terpusat pada obrolan mereka yang tertunda. Sena sudah menghela napas ketika Gilang mengangguk mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Do I [FIN]
ChickLitWARNING : TRIGGER WARNING, SUICIDAL THOUGHT, MENTAL ISSUE. -- JANGAN BACA KALO KAMU GA NYAMAN ATAU PUNYA ISSUE YANG BISA KE TRIGGER YA. -- KONTEN DEWASA : 21+ -- Bea Edina adalah manusia paling absurd. Kecintaannya pada semua hal aneh sudah tidak b...