Chapter 44

2.7K 135 5
                                    

Happy reading


Ayyara membuka pintu ruangan Nathan, suara yang dihasilnya membuat Nathan menoleh dari lamunannya. Nathan tidak bisa menyembunyikan kesenangannya melihat gadis itu, namun hanya sesaat. Ia baru ingat kalau ia tengah marah dengan gadis itu.

"Pak Nathan udah baikan?" Ayyara bertanya di tengah kecanggungan yang ia rasakan.

"Hmm" Nathan hanya berdeham.

"Syukurlah. Pak Nathan udah makan? Saya bawain pak Nathan makanan. Saya masak sen----"

"Ayyara!" potong Nathan, ia sudah tidak tahan untuk bertanya.

Mata tajam Nathan menusuk mata Ayyara, membuat gadis itu gugup mendapatkan tatapan berbeda dari biasanya.

"I-iya" jawab Ayyara gugup. Entah karena apa padahal tadi siang ia masih bisa melawan dengan lelaki itu.

"Benar Bian nelpon kamu?"

"Iya bener" Ayyara mengangguk dengan wajah bingung yang terlihat jelas di wajahnya.

"Jadi, benar kamu ngasih dia nomor telepon kamu?"

Ayyara mengangguk lagi "Iya"

"Oh gitu, kamu kasih nomor telepon kamu ke orang lain sedangkan aku engga" sarkas Nathan.

"Giliran sama cowok lain aja kamu baik, kamu ngomongnya lembut tapi giliran sama aku, kamu ngomongnya kasar, ngalawan dan ngehindar terus"

"Aku juga mau kamu kayak gitu ke aku, aku juga mau kamu ngomong lembut ke aku, dan gak ngehindar terus. Aku juga capek Ayyara tapi aku bisa apa?"

Ayyara hanya bisa terdiam. Tiba-tiba saja rasa bersalah menghampirinya. Sikapnya selama ini kepada Nathan ternyata sudah keterlaluan.

"Gak usah dipikirin" lanjut Nathan melihat keterdiaman Ayyara. Lelaki itu kemudian mengubah posisi baringnya membelakangi Ayyara.

Ayyara menghela nafas. Bukan ia tidak peduli, bukan ia tidak ada perasaan lagi. Sikapnya selama ini adalah cara agar Nathan menjauhinya, dan dengan begitu hidupnya dapat sedikit tenang tanpa terus memikirkan penyesalan yang ia lakukan di masa lalu.

Namun sikapnya malah melukai Nathan. Ayyara tak tega, namun ia tidak ingin kedua orang tuanya semakin membencinya jika ia kembali bersama Nathan.

"Em--pak Nathan mau makan? Saya udah masak buat pak Nathan" sahut Ayyara, namun tidak ada respon dari Nathan.

"Atau pak Nathan mau makan yang lain? Saya bisa beliin"

Masih tidak ada respon. Ayyara sudah bisa tebak jika Nathan benar-benar marah padanya.

"Pak Nathan jangan marah. Apa yang selama ini saya lakukan demi kebaikan kita berdua juga. Dan soal nomor telepon itu Bian yang minta, katanya kalau pak Nathan sudah bangun, Bian bisa hubungi saya, makanya saya kasih"

"Pak Nathan lihat saya dong" Ayyara menarik pundak Nathan agar kembali melihatnya, namun tidak berhasil.

"Saya minta maaf. Saya janji gak akan kayak gitu lagi" entah apa yang merasuki Ayyara sampai ia mengatakan hal tersebut.

Ayyara menghembuskan nafasnya kasar. Tidak ada perubahan, Nathan tetap kekeuh mendiami Ayyara yang mulai frustrasi.

Pintu tiba-tiba terbuka, memperlihatkan seorang dokter berjalan menghampiri mereka.

AFFAIR (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang