Takkk...
Takkk...
Takkk...
"Arghttt... Bajingan sialan! Arghttt..." Aku berteriak pada anak panah yang kulontarkan pada papan bidikan.
Kenapa mereka bisa lolos lagi? Aku menginjak-injak tanah dibawahku dengan sangat kesal. Kenapa kepala sekolah berpihak pada Brady? Apa karena dia anak pemilik akademi ini? Lalu kenapa? Apa bedanya? Kami sama-sama anak yang butuh keadilan. Apa katanya tadi? Ini salahku karena aku menggunakan kekerasan untuk menyelesaikannya? Bahkan mereka menyuruhku untuk berpindah kamar. Ditambah itu berada di depan kamar Dexter. Setiap pagi aku pasti melihat wajahnya.
Dasar orang-orang sombong! Angkuh! Tidak punya hati!
"Hah..." Aku melihat papan bidikanku. Semua anak panah berada di satu titik dan berkumpul menjadi satu.
Kapan aku bisa mematahkan kaki Brady?
"Dixie, apa kau baik-baik saja?" Tanya Chatha.
"Hiskkk... Aku tidak melakukan kesalahan. Tapi kenapa aku yang salah? Hiskkk..."
"Kau menangis?" Chatha menghalangi wajahku.
"Jangan tunjukkan kelemahanmu! Mereka bisa menggunakannya untuk menjatuhkanmu lagi dan lagi. Ada keuntungannya kau berada di sekitar kamar kami. Jika mereka datang lagi, kami akan tahu dan menghadang mereka. Kau tidak perlu cemas, Dixie! Kami akan menjagamu!" Tenang Osric.
"Itu benar! Kau juga mendapatkan kamar yang bagus. Kau tidak lagi akan merasa pengap di kamar itu."
Memang benar, aku mendapatkan jendela besar, kamar yang luas untuk diriku sendiri, kasur yang empuk, dan pemandangan yang menghadap ke arah hutan. Itu jauh lebih baik daripada melihat bangunan di depan mataku. Aku mengusap wajahku, dunia ini memang kejam tapi terkadang ada sebuah keberuntungan di dalamnya. Aku bisa tidur lebih nyaman kedepannya. Aku tidak perlu takut lagi untuk tidur sendirian. Chatha dan Osric akan menjagaku, aku juga akan menjaga mereka.
"Terima kasih!" Aku memeluk mereka berdua.
Selanjutnya tunggu pembalasanku Brady!
🏹🏹🏹
"Lais!!! Lais!!!" Aku membuka pintu lebar.
Lais melihatku ketakutan, dia memegang senjatanya dan mengarahkannya padaku. Karena dia aku mendapatkan semua kesialan ini! Aku mengeluarkan pedang dan bersiap untuk menyerangnya. Aku tidak peduli dengan semua orang yang berada di tempat latihan ini. Aku hanya membutuhkan Lais!
"Untuk apa kau datang ke jurusan berpedang?"
"Aku harus memukulmu!"
"Kenapa? Apa salahku? Aku sudah meminta maaf untuk waktu itu, aku tidak sengaja melakukannya!" Teriak Lais.
Benar, tidak sengaja. Tapi dengan seenaknya dia tidak bertanggung jawab sampai akhir. Aku berlari dan menyerang Lais. Dia menahan seranganku dengan sangat baik. Seorang ahli berpedang memang harus pandai melakukannya.
"Karena kau, aku jadi mendapatkan banyak kesialan! Kau tahu, mereka tidak menyukaiku! Apa kau tidak tahu apa yang terjadi padaku?" Aku mendorong Lais mundur.
"Aku mendengarnya!"
"Lalu kenapa kau tidak mendatangiku?"
Kami saling menyerang satu sama lain. Kenapa dia tidak bertanya kabarku, keadaanku, perasaanku? Aku ingin seseorang mendengarnya. Meski Chatha dan Osric sangat baik padaku, tapi aku membutuhkan seseorang yang mau mendengar semua keluh kesahku. Disana, tidak seperti yang kubayangkan. Disana semuanya saling menjatuhkan, aku memegang senjata milik ayah dan menyerang Lais sekuat tenaga.
"Tenanglah, Dixie! Itu baru permulaan, jika kau tidak bisa menjaga emosimu bagaimana kau akan bertahan di jurusan pemburu monster itu? Disana bukan tempat yang mudah, kau bukan hanya bertarung dengan monster, tapi juga manusia. Jika kau tidak bisa, pulang saja ke rumah! Turuti kata papa dan mama. Glenn dan Austin pasti juga menyarankan untukmu kembali saja daripada berada disini."
Tubuhku berhenti dan menatap kakiku yang bergetar. Aku tidak mau pulang ke rumah, aku tidak ingin menikah seperti perintah papa. Aku ingin mencarinya kekayaan yang melimpah dan seseorang yang kucintai. Aku memegang dahiku dan melihat Lais yang masih mengarahkan pedang padaku. Apa dia masih ingin bertarung denganku?
"Jika seseorang melukaimu, balas saja dia! Jika dia melakukannya lagi, buat dia tidak bisa berjalan esok pagi. Cobalah membalasnya saat semua orang melihatnya. Saat dimana mereka tidak bisa menghentikanmu atau menghukummu."
🏹🏹🏹
"Senior, aku ingin bertanya!" Aku mendatangi perpustakaan kembali. Bukan untuk meminjam buku atau berbicara santai dengan Nixon.
Aku memiliki hal yang ingin aku lakukan besok. Aku akan membuat Brady tidak bisa lari lagi dari hukumannya. Bahkan dia tidak akan bisa meminta tolong kepada kepala sekolah atau pemilik akademi ini. Kupastikan semua tubuhnya patah ditanganku.
"Ada apa Dixie?"
"Apa seorang murid dari kelas 1 bisa bertarung dengan murid dari kelas 3?"
"Apa kau ingin bertarung secara legal?"
Aku mengangguk mengiyakan perkataannya. Jika ilegal pasti hasilnya aku yang disalahkan. Tapi jika aku bertarung secara legal dan disaksikan semua orang. Aku akan membungkam mulut Brady! Aku percaya diri bisa mengalahkannya ketika aku marah.
"Mintalah pada Profesor Attikus bahwa kau ingin bertarung satu lawan satu dengan orang yang ingin kau lawan. Tidak ada peraturan khusus selain dilarang untuk memakai senjata asli. Kalian akan diberikan pedang kayu sebagai senjata. Pertarungan ini disaksikan oleh seluruh murid dari jurusan pemburu monster. Apa kau tidak masalah?"
"Tidak!"
"Jika begitu, kau cukup mengatakannya jika ingin bertarung dengan orang itu. Ini sebuah tantangan terbuka, siapa saja bisa menantang orang lain. Kau juga bisa melakukannya tanpa mendapatkan sebuah hukuman."
Jadi, tidak masalah jika aku memukul Brady sampai berdarah-darah. Aku menahan senyuman, aku sangat menunggu hari esok.
"Terima kasih, senior. Besok, datanglah untuk melihatku. Tolong, dukung aku!"
"Tentu saja!"
🏹🏹🏹
Salam ThunderCalp!🤗
Jangan lupa like, komen, dan share!
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER LOVER ( END )
FantasyKetika kau mencintai seseorang maka katakan saja sejujurnya, jangan menjadi seseorang yang terus diam menyimpan perasaan! Dixie begitu kesal pada kakaknya yang telah membuatnya berada di jurusan yang tidak dia inginkan. Dia ingin menjadi seorang ksa...