55. Taksi

51 8 4
                                    

Tanggal penulisan :

4 Oktober 2022 (belum termasuk revisi)

Waktu berlalu begitu cepat. Dari sekian banyak negara yang ada di benua Eropa, sudah hampir setengahnya mereka jelajahi. Tak hanya menyimpan momen yang tercipta lewat sebuah memori, keduanya juga banyak mengabadikannya lewat sebuah foto atau video yang bisa di putar kembali.

Seperti malam ini, walaupun langit yang dia pandangi tak sesuai keinginan hati, tapi Mina masih tak mau pergi. Ya, walaupun udara dingin menyelimuti.

"Aku mencarimu kemana-mana. Kenapa masih disini?" Suara Sana yang tiba-tiba terdengar menubruk telinga. Setelahnya, dekapan hangat pun tercipta.

"Kau sudah selesai packing?" Pertanyaan lain justru Mina berikan. Dia masih terlihat asyik memandangi langit di depannya tanpa melirik sedikitpun pada Sana.

"Hm. Bawaan kita semakin hari semakin banyak saja." Ucap Sana antara mengeluh atau memang itu kenyataannya.

Selesai makan malam tadi, Sana memang memutuskan untuk mengemas semua barang-barang mereka karena besok pagi keduanya akan terbang ke Athena.

Jangan kalian pikir Mina tidak membantu. Dia sudah menyelesaikan bagiannya satu jam lebih awal daripada Sana. Dan ya, seperti biasa niatan untuk membantu di tolak mentah-mentah.

"Karena kau selalu menambah nya setiap kali kita pindah negara." Kekeh Mina berniat menggoda.

Sana tak marah karena memang itu kenyataannya. Pelukan pun semakin di pererat saat angin malam tiba-tiba berhembus dan menusuk tulang. Pakaian yang mereka kenakan saat ini tak cukup tebal untuk melindungi tubuh mereka dari udara dingin. Dan Sana, juga lupa membawa selimut tadi.

"Kau kedinginan?" Tanya Mina mengusap lengan Sana yang ada di perutnya.

"Hm. Ini cukup dingin ternyata."

"Langitnya tidak berbintang malam ini. Sepertinya akan turun hujan."

"Gwenchana?" Tanya Sana memastikan seraya memalingkan wajahnya menatap Mina.

"Hm. Gwenchana."

Apa yang baru saja Mina katakan rupanya menjadi kenyataannya. Rintik-rintik hujan mulai terasa bersama dengan hembusan angin yang membawanya. Keduanya pun memutuskan untuk menyudahi dan masuk ke dalam kamar guna beristirahat.

***

2 bulan lagi, rencana yang sudah Nayeon persiapkan akan terlaksana. Menunggu memang pekerjaan yang tak mudah dan membutuhkan lebih banyak tenaga. Meski berusaha mengurangi beban yang ada dengan bersikap biasa dan bekerja, tapi tetap saja perasaan takut akan kegagalan yang diterima tak bisa Nayeon hilangkan begitu saja.

Belum lagi, kalimat restu apalagi menyetujui masih belum Nayeon dapatkan dari sang calon ayah mertua. Membuatnya benar-benar tak bisa tenang setiap kali memikirkannya.

Seperti sekarang, setumpuk berkas yang sudah Jisoo berikan sejak pagi tadi belum ada satupun yang terselesaikan. Hanya membolak-baliknya yang justru membuatnya semakin tak karuan di pikirkan.

"Kau belum menyelesaikannya satu pun?" Kalimat keterkejutan Jisoo lontarkan kala ia memasuki ruang kerja Nayeon dan melihat setumpuk berkas yang ada di meja kerja masih berantakan.

Padahal, ada beberapa laporan dari berkas itu yang akan digunakan untuk meeting setelah makan siang. Dan lagi, dia juga membawa setumpuk berkas yang lain untuk Nayeon selesaikan hari ini juga.

"Eoh." Sahut Nayeon singkat. Sama sekali tak menggubris ekspresi apa yang tengah Jisoo perlihatkan saat ini. Dia justru memejamkan matanya seraya menyandarkan tubuhnya dengan kepala yang menengadah ke atas.

Jaljayo, goodnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang