"Hoah!"
Kata serapan yang tak sengaja terlontar itu langsung membuatnya diam. Kedua tangannya betopang pada pagar kayu yang membatasi teras depan dan halaman. Rambutnya bergoyang pelan, sedikit acak-acakan karena baru sadar dari mimpinya yang hanya beberapa jam.
Pagi itu sangat cerah sekali. Sudah jadi kebiasaan baginya untuk bangun lebih awal meskipun hari ini libur bekerja. Matanya mengerjap, menatap seseorang sedang berjalan dengan penuh amarah. Suara ketukan dari sendal jepit yang benci pada kaki bau itu terdengar dari kejauhan. Adit mendengus, ia harus mempersiapkan diri untuk ocehan yang tidak ada manfaatnya.
"Becek banget sih!" omelnya sambil mengibas-ngibaskan rambut ke udara. Wajahnya ditekuk kesal, apalagi saat melihat Adit ia langsung berubah menjadi cewek manja.
"Ad_"
Adit mengangkat tangan kanannya. Puspa langsung diam sambil menelan ludahnya kasar. Ia mendekat, menatap lekat-lekat baju yang Puspa kenakan.
"Mau ke mana?"
Puspa menyimpan sepatunya di atas teras. Ia tersenyum, lalu tertawa dan mencubit pipi Adit dengan gemas. "Temen lo nikah, masa gak inget!" ucapnya kemudian duduk sambil memegang sepatu.
Adit mengangguk pelan. Ia ikut duduk di sebelah Puspa—memerhatikan apa yang sedang dilakukan gadis itu.
"Gara-gara lo sih," katanya sambil cemberut.
"Beli saja yang baru."
"Apa!" Puspa melotot tapi mencoba bersabar dan kembali membenarkan heels yang patah. "Sepatu kesayangan gue."
Adit meraih sepatu itu membuat Puspa terdiam dan hanya bisa pasrah melihatnya. Ia beranjak, tetapi ditahan.
"Eh, mau di bawa ke mana?" sambil menahan tangan Adit.
"Dibenerin."
"Awas aja kalau tambah rusak."
"Iya."
Adit masuk ke dalam rumahnya. Sebuah palu kecil dan paku ia ambil. Di dapur pagi itu sangat berisik. Tahu tidak, apa yang dilakukan Adit? Entahlah. Pria itu ada-ada saja.
"Nih!" katanya sambil menyodorkan sepatu yang sudah terpasang heels.
Puspa tersenyum senang. Ia merebut sepatu itu dan segera memakainya. "Keren!" katanya bersorak penuh drama. "Tapi, ini aman kan gue pake lari?"
"Mana ada sepatu hak dipake lari."
Puspa melepas sepatunya. Berjinjit mendekati Adit kemudian berbisik. "Ada, lo aja yang gak tahu."
Puspa kembali memakai sepatunya. Melompat-lompat penuh kegirangan karena sepatu kesayangannya telah pulih dari sakit. Hanya penggunaannya saja yang masih sakit dan entah kapan sembuhnya.
Matanya mendelik, lalu mencubit lengan Adit. "Buruan mandi!"
"Masih pagi," balas Adit sambil mengusap-usap bekas cubitan Puspa.
"Acara akad nikahnya jam 8 Adit Suradit!"
"Kita berangkat nanti, masih lama."
"Lo pernah bilang sama gue, kalau waktu itu penting. Sekarang, lo mau nelan ucapan lo sendiri?"
Adit diam sejenak. Ia melengos begitu saja meninggalkan Puspa. Gadis itu tersenyum senang kemudian terkekeh. Ia langsung duduk. Memainkan ponsel dan mengirim pesan ke beberapa pria yang ditaksirnya.
"Yuk!" ucap Adit membuat Puspa tersentak kaget.
"Hah? Lo mandi gak sih?"
"Mandilah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PATAH HATI
Teen FictionBerawal dari pertemuan di Bis Kota, Adit merasa bahwa ia harus memaksakan diri untuk jatuh cinta lagi. Setelah sekian lama memendam perasaan dan berlarut-larut pada kepedihan. Ia akhirnya kembali membuka hati untuk wanita yang tidak disangka-sangka...