"Mamah jualan dulu ya, kamu jagain rumah. Kalau ada ayam masuk, langsung usir aja..."
"Gak usah, goreng aja."
"Kalau digoreng, tetangga marah dong Pah..."
Febi dan ayahnya tertawa mendengar humor di siang hari. Febi segera merapikan barang-barang yang ia punya dan dengan cepat masuk ke dalam kamar.
Orangtuanya sudah pergi. Tinggal dia seorang diri menunggu kedatangan sang kakak perempuan untuk mengucapkan salam kebahagian. Sudah hampir pukul satu siang. Ia belum juga melaksanakan solat. Terlalu asyik menunggu kehadiran kakak hingga lupa pada-Nya.
Perlahan ia melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Lengan, mulut, muka, kepala, telinga dan kaki ia basuh dengan santai. Setelah pensucian ia kembali masuk ke dalam kamar. Mukena putih sudah ia pasang. Lalu diam sejenak menatap layar ponselnya yang menyala. Ternyata, panggilan dari Eva.
"Apa kabar, Feb?" sapanya
"Baik, kalau kamu?"
"Baik, udah sampai rumah ya?" Febi hanya mengangguk, Eva melanjutkan bicaranya. "Kamu lihat!" Eva menunjukan tempatnya dengan tangan terbuka. "Aku di mini market." Ia mendekatka bibirnya ke kamera. "Lagi nge-wifi."
Febi tersenyum gembira. "Kamu belum masuk pesantren?"
Eva berdehem. "Besok kayaknya. Tapi gak tau juga sih."
Keduanya diam saling menatap senyuman. Hanya suara gambar audio visual yang terdengar saat signal tidak stabil.
"Aku penasaran sama si Putri, dia gimana ya di sana? Pasti lagi ngomel-ngomel sama adiknya." Eva cekikikan sedangkan Febi hanya tersenyum simpul. "Eh, gimana soal cowok cuek yang sering kamu ceritain. Gimana kabar dia sekarang? Atau jangan-jangan.... Kalian suka sleep call ya malam-malam."
Raut wajahnya langsung berubah. Ia merasakan kembali sakit di dalam hatinya setelah diabaikan oleh orang yang baru ia kenal.
"Kok sedih sih? Jangan sedih dong. Ayo guys! Masa ladies SMA 1 Cisarua galon cuma karena cowok."
"Bahagia banget yang mau jadi ukhti."
"Ih!" Eva mendelik sebal. "Assalamu'alaikum, aduh maaf saya khilaf ya ukhti, saya tidak akan mengulanginya lagi. InsyaAllah saya amanah," ucapnya dengan gaya molek seperti ustadzah.
Febi akhirnya tertawa kecil mendengar lelucon itu. Menatap wajah Eva melalui layar ponsel saja sudah cukup membuatnya gembira.
"Kamu habis solat?"
"Mau, mau solat ini."
"Astaghfirullah, ukthi! Maaf saya khilaf. Sekali lagi saya tidak akan mengulanginya lagi."
Febi tertawa lagi. "Kamu cocok jadi ustadzah."
Eva hanya memberikan senyuman giginya yang khas. Ia mengambil botol air minum dan meneguknya. Beberapa saat kemudian ia menatap Febi lagi, tawanya sedikit menghilang.
"Udah dulu ya, Feb. Maaf ganggu. Nanti kita VC lagi, dah...!"
Febi melambaikan tangan kepada Eva sebelum layar itu kembali menunjukan wallpaper hujan yang tak pernah berhenti. Ia langsung duduk di atas kasur sambil merenung merasakan kesepian. Melihat wajah Eva, malah menambah kerinduan untuk segera bertemu lagi.
"Astaghfirullah," ucapnya lalu terburu-buru berdiri di atas sejadah dan mulai melaksanakan shalat.
Dalam doanya, ia masih saja mendoakan Adit untuk tetap dalam persandingan. Seperti ini doanya;
KAMU SEDANG MEMBACA
PATAH HATI
Teen FictionBerawal dari pertemuan di Bis Kota, Adit merasa bahwa ia harus memaksakan diri untuk jatuh cinta lagi. Setelah sekian lama memendam perasaan dan berlarut-larut pada kepedihan. Ia akhirnya kembali membuka hati untuk wanita yang tidak disangka-sangka...