2. Gadis Jawa

268 30 8
                                    

     Sore itu langit masih mendung, menurunkan hujan dari awan-awan gelap. Adit dengan santai berjalan menembus hujan yang begitu lebat. Tidak peduli seberapa banyak air yang menjitak kepalanya, ia telah hanyut dalam lagu yang diputar.

     "Adit!" teriak Puspa, gadis cerewet yang sedang duduk di warung sambil makan keripik pisang.

     Adit menoleh, melepas satu earphone-nya dan berjalan mendekat. "Apaan?"

     Puspa menyodorkan sebungkus keripik pisang yang ia makan. "Lo cobain, deh! Keripik buatan Ceu Mimi, nih! Rasa barbie."

      "Itu keripik, bukan boneka," jawab Adit tanpa mengambilnya dan duduk di samping wanita itu.

     Puspa tertawa senang. "Lo mau gak?"

     "Saya udah kenyang."

     "Yakin?" Puspa tersenyum mesem-mesem kemudian mencubit pipi Adit.

     "Diem!"

     Puspa diam membisu. Ia kembali memasukkan keripik ke dalam mulutnya lantas memainkan ponsel yang baru saja kemasukkan pesan dari pria yang ditaksir.

     "Dia cuma jadiin kamu pelampiasan, jangan berharap lebih entar sakit hati lagi, saya yang ribet."

     Puspa melotot. Ia menjewer telinga kanan Adit sehingga kedua earphone-nya berhasil lepas. "Ih...! Lo mah gitu sama sodara sendiri. Bukannya ngedukung malah ngejorokin."

     "Lepasin!"

     "Gak! Sebelum lo bilang gue cantik gue gak akan me..."

     "Biasa aja."

     "Ih... Sumpah, ngeselin banget sih, lo!" Puspa melepas tangannya. Kali ini bibirnya cemberut. Sikapnya ketus seperti pohon tua di pinggir jalan.

     Adit hanya diam. Ia mengambil ponselnya dan mematikan musik yang sedang terputar.

     "Dit, gue punya PR bahasa Inggris. Lo bantuin gue ya!" ucap Puspa dibarengi wajah memelasnya.

     "Saya sibuk."

     "Kok gitu sih? Bantuin gue ya!" Puspa memegang lengan Adit—sebenarnya sedikit mencubit.

     "Gak bisa, saya sibuk."

     Puspa melepas tangannya. Ia menatap Adit sebal. Bibirnya mengerucut dan tiba-tiba ia menangis tanpa air mata.

     "Lo jahat sama sodara sendiri!"

     Beberapa pria yang sedang minum kopi memberikan tatapan tajam—siap menghajar Adit habis-habisan.

     "Kamu ngapain nangis bohongan? Gak malu diliatin orang?"

     Puspa menatap orang-orang di sekitarnya. "Bagus! Gue mau nangis yang kencang aja biar orang-orang mikirnya lo apa-apain gue."

     Adit menatap Puspa dengan tajam. "Iya, saya bantuin."

     "Hah? Ih... Makasih. Lo baik banget," katanya sembari menguyel-uyel pipi Adit. "Nanti malem gue ke rumah lo ya."

PATAH HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang