50. Cinta Tersembunyi

78 6 2
                                    

Degh!

   Kalimat sakral itu membuatnya jantungnya berdebar hebat. Tangannya gemetar. Ia tidak menyangka Adit akan melakukan itu. Wajahnya langsung berpaling—menatap ke arah lain agar tidak melihat Adit lagi.

   "Maksud lo apaan?" tanya Puspa tapi tidak menatap Adit.

   Adit memegang tangan Puspa tapi dihempaskan begitu saja. "Saya jujur sama kamu. Saya, suka sama kamu."

   Puspa mendesah gelisah. Tangannya turun, melepaskan semua kembimbangan bersama jatuhnya hujan.

   "Tapi kita saudara, gue gak mungkin suka sama lo!"

   Adit memegang Puspa erat hingga sulit untuk dilepaskan.

   "Lepasin!"

   "Dengerin saya dulu!"

   "Gak, gak, gak!" katanya sambil menggelengkan kepala. "Lo sesat, gue gak mau ada cinta terlarang!"

   Adit mengusap wajah Puspa yang penuh air hujan kemudian mendekapnya. "Saya memcintaimu bukan karena sebab. Tapi..."

   Ia menggantung ucapannya ketika Puspa mendorong dan berlari.

   "KITA SUDAH DIJODOHKAN!"

   Kalimat itu berhasil menghentikan langkah Puspa. Perempuan itu diam tanpa sebab. Perlahan jatuh ke atas tanah. Tubuhnya ambruk mengetahui kenyataan yang selama ini ditutupi.

   Adit berlari dan segera menahan Puspa. Ia menahan semua hujan agar tidak jatuh di wajah gadis itu.

   "Kenapa, kenapa lo gak bilang dari awal kalau kita udah dijodohkan!?" ucapnya sambil memukul dan mendorong tubuh Adit kemudian menangis.

   Adit memanggut-manggut. Ia segera membopong Puspa dan berlari menembus derasnya hujan. Beberapa kali wajahnya ia tatap, khawatir Puspa pingsan tapi gadis itu hanya menangis sambil memukul dada.

   "Sesungguhnya, dari dulu hatiku hanya untukmu," batin Adit.

   Rumah yang gerbangnya ditutup membuat Adit gelapan. Ia tidak menurunkan Puspa, alhasil segala kekuatan dikerahkan untuk membuka gerbang. Dengan cepat ia berlari memasuki pekarangan rumah.

   "Assalamualaikum!" lirihnya sambil sedikit menggigil.

   Tidak ada jawaban. Adit panik sekali saat Puspa pingsan—mungkin karena syok.

  Tanpa pikir panjang, ia mendobrak pintu itu dengan kuat. Sosok pria yang sedang menghisap celutru langsung menganga tidak percaya pintu kesayangannya dirusak.

   "Baru aja mau saya bukain malah didobrak."

   Adit tak menghiraukannya. Ia lekas membawa Puspa masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga. Handuk yang di gantung di depan pintu di sambet dengan cepat. Ia masuk, mengeringkan sebagian tubuh Puspa sebelum akhirnya membaringkannya.

   "Cepat sembuh," lirihnya sambil membelai pelan rambut Puspa dan menicum keningnya.

   Wajah gadis itu tampak mengernyit sedikit ketika mendapat kecupan hangat. Adit melangkah dengan gundah. Sesekali menatap ke belakang memastikan Puspa baik-baik saja. Namun, saat ia keluar dari kamar pun masih saja tidak ada jawaban.

   "Kenapa?" tanya pria itu santai.

   "Maaf, Puspa pingsan karena saya."

   "Kenapa bisa!!!" Ia panik sekali segera mengecek keadaan putrinya. "Kamu apain dia?" tanyanya sambil menoleh ke belakang—ke Adit.

   Adit mengangkat tangan dan menggoyangkannya. "Saya gak apa-apain dia, kok." Diam sejenak untuk menghela napas. "Saya mengatakan cinta padanya."

   Pria itu langsung sumringah. "Bagus!" katanya sambil mendekat. "Terimakasih, Nak. Kamu sudah menepati janji dengan baik."

PATAH HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang