11. Resah Sendiri

44 14 4
                                    

"Feb!" panggil Nesya, perempuan berkerudung bergo. "Abis dihukum ya?"

Febi masuk ke dalam kamar disusul Nesya. "Iya."

"Sini duduk," ajak Nesya sembari menepuk kasur kapuk yang didudukinya. "Awalnya gimana sih, kok bisa dihukum?"

"Biasa, cowok."

"Ayo dong cerita!"

Febi menarik napasnya sebentar. "Dia bantuin aku nyuci, tapi Putri malah ngelapor ke Si Kejam."

"Ini mah biang keroknya si Putri. Awas aja, nanti kucubit ginjalnya."

"Gak usah, Nes. Dia juga udah minta maaf." Febi berdiri, mengambil handuk. "Anter ke kamar mandi."

"Nanti kalau ada yang ikutan mandi gimana? Kan serem... Sama si Eva aja."

"Eva?" Keduanya saling mencari. "Dia udah tidur. Liat deh, ada pulau di bantalnya."

"Pulau? Mau liat dong!" Nesya beranjak dari duduknya dan segera melihat Eva yang tidur di kasur tingkat dua. "MasyaAllah, indah banget. Foto, buruan foto. Moment penting!"

"Harus pinjem hp dulu."

"Ya udah, buruan pinjem."

"Tapi kamu jangan berisik, nanti dia bangun."

Nesya melentikan jarinya sebagai tanda setuju dibarengi cekikikan kecil. Dengan segera Febi beringsut keluar kamar. Berlarian kecil di lorong sunyi, mencari panitia ponsel.

"Febi, mau ke mana lari-lari?"

Kala itu langkahnya terhenti ketika disapa oleh Aqil, teman pria yang bercandanya suka kelewatan. Febi diam sejenak untuk mengatur napasnya yang tidak normal, sedangkan Aqil dengan santainya mendekat dengan sebelah telinga yang ditutup headset.

"Olahraga malam?" sarkasnya.

"Sembarangan," jawab Febi dengan napas yang tersengal-sengal. "Pinjem hp kamu, boleh?"

Aqil berpikir sejenak, wajahnya yang loading ketika berpikir membuat Febi kesal.

"Buruan ih!"

"Gak." Aqil kembali berjalan sambil memasang headset satunya lagi.

"Buruan Aqil Sudrajat!"

"Dudududu, gak kedengeran."

Febi berdecak kesal. Terpaksa ia harus bersilat lidah di depan panitia ponsel.

Baru saja hendak kembali berjalan, seseorang menghentikan langkahnya. Dia berjalan mendekat. Dua buah kantung kresek menjadi tanda kebahagiaan.

"Udah beres?" tanya Putri.

Febi mengangguk. "Kamu bawa hp gak?"

"Baru aja dikembaliin."

Murung sudah wajah penuh lelah itu. Harapannya telah digores oleh kuputusan sepihak. Febi secara diam-diam hanyut dalam penyesalan. Sulit sekali untuk kembali menjadi ceria seperti dulu kala.

"Emangnya kenapa?" tanya Putri sembari berjalan pelan menyusul Febi.

"Eva, lagi bikin pulau."

"Pulau? Keren. Bagus gak gambarnya?"

Febi mencubit lengan Putri. "Mending kamu liat sendiri aja."

Keduanya berlari kecil menuju pintu kamar Asrama. Perlahan pintu kayu jati itu dibuka, tampak Nesya sedang cekikikan sepertinya mbak Kamboja di Kebon Jeruk.

PATAH HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang