43. Cerita Dulu

14 3 0
                                    

   Langkah itu penuh dengan kegelisahan. Hujan yang masih mengguyur kota Bandung tidak menjadi halangan untuk tetap tenang. Ia berbelok, menapaki jalan aspal hitam yang membawanya ke sebuah tempat yang menyenangkan.

   Dengan santai, matanya mengedar ke setiap pedagang yang tersenyum. Ia melangkah masuk ke dalam pasar. Semakin dalam, semakin ramah orang-orang di sana.

   "Silahkan A, cari buku apa?" sambutnya ramah.

   Adit duduk di kursi kosong dekat pedagang itu. Ia mengambil sebuah buku terjemahan dari bahasa inggris.

   "Car buku apa?" tanyanya lagi.

   Adit menggeleng. "Lihat-lihat saja dulu."

   Pedagang itu tersenyum lalu menepuk-nepukan buku di tangannya. "Hujan-hujanan. Dari mana emangnya?"

   "Kehujanan, bukan hujan-hujanan."

   Pedagang itu terkekeh. "Sama aja."

   "Hm, menurut saya beda." Adit meraih sebuah buku tebal yang sampulnya sudah sobek sebagian. "Yang ini berapa?" tanyanya sambil mengacungkan buku.

   Padagang itu memicingkan mata lalu tersenyum simpul. "Abis putus cinta ya?"

   Adit menyimpan buku itu kembali. "Tidak, hanya penasaran."

   Pedagang itu terkekeh. Ia berdiri, mengambil beberapa buku dan duduk di sebelah Adit. "Anak muda, masalah cinta pasti jadi nomor satu."

   Adit tidak peduli. Ia kembali membaca buku cerita yang dipegangnya.

   "Dulu, saya juga pernah jatuh cinta," ucapnya yang sama saja tidak membuat Adit tertarik. "Cinta saya kebilang rumit, dari awal pacaran aja udah banyak masalah."

   "Kenapa?" tanya Adit kini ia mulai merasa penasaran.

   "Karena ego, gak bisa saling menghargai dan mengerti." Pedagang itu memanggil temannya. "Onyon! Kopi dua."

   "Saya tidak usah," tukas Adit membuat pedagang itu tertawa.

   "Satu aja, Nyon!" Pedagang itu menatap Adit dari bawah sampai atas. "Kamu harus tahu, egois bisa merusak hubungan. Hati ditekan yang ada malah hancur ke sananya."

   Telinganya dapat mendengar dengan baik tapi ia malas membalas omongan si pedagang. Ia melepas semua keresahan hati dengan membaca satu bab penuh buku yang dipegang. Lantas pergi meninggalkan pedagang itu yang memanggut-manggut melepas kepergiannya.

   "Eh!" ucap seorang gadis yang sedang membungkuk dan tanpa sengaja ditabrak Adit.

   "Maaf," lirih Adit.

   Gadis itu berbalik. Ia merapihkan celananya yang kotor karena terjatuh tadi. "Adit?" katanya sambil menepuk-nepuk celana. "Kerja di mana sekarang?"

   "Di toserba."

   "Loh, kok, nggak kerja?"

   "Saya libur." Adit menatap gadis itu datar. Seperti pernah bertemu dengannya, tetapi lupa di mana. "Kamu... Siapa?"

   Gadis itu menepuk jidat lalu tertawa. "Baru beberapa hari gak ketemu masa udah lupa?" Ia menujuk ke wajahnya sendiri. "Gue Imaniar, loh... Masa gak kenal sih?"

   Adit tersenyum kikuk. Begitu besar tekanan batinnya untuk melupakan masa lalu. Jadi, wajar saja jika ia lupa.

   "Oh. Kenapa kamu ada di sini?"

   "Gak boleh?"

   "Hm." Adit menatap kedua mata Imaniar. "Tidak penting, lupakan!"

   Imaniar tertawa besar. "Ya ampun, kok jadi lucu gini sih?" Imaniar berbalik, merapikan buku yang tadi sempat ia pilih. "Gue lagi nyari buku buat refrensi kuliah nanti. Lo mau bantu gue gak?"

PATAH HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang