48. Ketemu Sohib

18 3 0
                                    

   Mereka turun di perempatan kota. Adit segera membayar lalu menatap gadis itu dengan jahil.

   "Rambut kamu kusut, mau saya benerin?"

   Puspa menjadi gelagapan. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana dan membuka kamera untuk berkaca.

   "Idih... Bohongin gue." Ia memasukan ponselnya ke dalam saku celana. "Mulai nakal ya?"

   Adit hanya tertawa melihat itu. Sejenak ia berhenti ketika melihat Puspa hanya diam saja.

   "Kenapa?"

   "Lo, tumben ketawa?"

   Adit langsung diam dan bersikap dingin. "Gak apa-apa."

   Keduanya kembali berjalan memasuki gang yang cukup lega untuk dua buah motor. Sebuah kost kecil yang tampak sepi menyambut keduanya. Beberapa barang dan satu koper membuat mereka penasaran.

   "Kamu mau ke mana?" tanya Adit ketika mendapati Sandi sedang sibuk berkemas.

   Sandi menoleh, lalu tersenyum bahagia. "Eh, Adit, Puspa?" Ia berjalan mendekat lalu memeluk Adit dan menyalami Puspa. "Gue, baru aja mau kirim pesan sama lo."

   "Pesan apa?" tanya Adit penasaran.

   "Duduk dulu, yok sini!" ucapnya sambil mengarahkan ke mana mereka harus duduk. "Gue ambilin minum ya? Makannanya udah gue simpan di koper."

   Puspa menahan, "Nggak usah, kita gak lapar kok," katanya sambil menyikut Adit.

   "I-iya," jawab Adit terbata-bata.

   Sandi menyengir seperti monyet selfi. Ia mendekat, menyalakan televisi dan mengecilkan volumenya.

   "Lo nonton aja, soalnya Adit jarang ngomong banyak," ujarnya kemudian pergi ke dapur sambil cekikikan.

   Puspa dan Adit saling tatap lalu menukar senyum. Sial, mereka melakukan apa!

   "Teh hangat!" ucap Sandi membubarkan acara senyuman mereka.

   "Terimakasih," seru Puspa lalu meminumnya perlahan.

   "Rafi mana?" tanya Adit membuat ekspresi Sandi kecut.

   "Dia, udah lama gak ke sini. Mungkin sibuk kerja, Bro."

   "Memangnya dia kerja di mana?"

   "Katanya ikut Bapaknya."

   Adit mengangguk lalu meraih gelas berisi teh hangat dan meminumnya. "Kamu mau ke mana?"

   Sandi menatap santai Adit dan Puspa secara bergantian. "Gue, mau pulang ke Semarang." Ia berdiri, menghampiri pintu dan menatap keluar. "Gak kerasa, pertemanan kita udah cukup lama. Udah banyak kenangan yang ada di kost kecil ini," katanya dengan nada rendah sembari menatap pada langit-langit kost. "Gue pasti bakalan rindu sama kalian."

   Adit beranjak, menepuk pundak Sandi dan berdiri di sampingnya. "Kamu bisa mikir apa aja tentang kita tapi kamu gak bisa lupain kita."

   Sandi menunduk, lalu duduk di kursi panjang yang ada di luar. "Kalian udah sibuk sama kerjaan masing-masing. Mau gak mau, gue juga harus pergi buat cari kerja di Semarang." Ia menatap Adit, lalu menatap ke arah lain lagi. "Gue harap, pertemanan kita gak sampai di sini aja. Meskipun kita pisah, tapi gue gak akan lupa sama kalian."

   Adit mengangguk sambil tersenyum simpul. Tubuhnya di bawa duduk di samping Sandi. Kedua matanya menatap ke depan, kosong seperti harapan. "Saya jelas tidak akan lupa sama kamu. Kalau emang kamu mau pergi, hati-hati. Semoga kita bisa bertermu lagi."

PATAH HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang