Nayeon duduk di bangku dapur, berbicara dengan Sana yang kebetulan sedang berkunjung ke rumahnya.
Mereka berdua terlihat begitu bersemangat seperti hari biasanya sementara nyonya Yoo sibuk membuat sesuatu.
"Ah pelatihan bodoh itu benar-benar akan membunuhku..." Nayeon bergumam di samping telinga Sana, tapi ibunya tetap mendengarnya.
"Nayeon!" tegur nyonya Yoo dengan nada tegas, jelas tidak suka mendengar hal itu.
"Kau tidak seharusnya bicara seperti itu. Seharusnya kau berterima kasih pada ayahmu karena memberikan kesempatan ini padamu..." kepala Nayeon tertunduk takut.
"Maaf, eomma..."
Tuan Yoo telah memberikan kesempatan pada putri sulungnya itu untuk mengikuti pelatihan di negara Jepang selama beberapa minggu ke depan.
Berharap hal itu nanti dapat membantu Nayeon mengurusi bisnis keluarganya, mengingat dia adalah penerus dari keluarga Yoo.
"Kau harus belajar menjaga ucapanmu itu, Nayeon...." ucap nyonya Yoo sebelum berlalu dari dapur.
"Ne..."
Hening sesaat sampai...
"Pfffttt....Hahahaha..."
Sana tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Nayeon.
Temannya itu benar-benar tak bisa berkutik jika sudah menghadapi ibunya yang terkenal tegas itu.
"Diam! Kau mau ibuku kembali ke sini untuk memenggal kepala kita berdua?" gerutu Nayeon sambil membekap mulut Sana.
"Sorry, aku tidak bisa menahannya lagi hehehe..."
Mereka kembali bercerita sampai Jeongyeon tiba-tiba muncul di pintu dapur, di ikuti oleh seorang gadis yang dikenali Nayeon.
Mereka lalu membungkuk sambil menyapa dua wanita dewasa itu, sementara mata Sana tertuju pada adik temannya dan juga tamunya.
"Hai, Jennie..." Nayeon menyapa teman Jeongyeon.
"Halo, Nayeon unnie..." gadis itu menjawab dengan bersemangat.
"Kenapa kau selalu saja terjebak dengan adik bodohku dalam tugas sekolahmu? Seberapa buruk keberuntunganmu itu?" Nayeon berkata dengan keras, sengaja menggoda Jeongyeon.
"Yah!" Jeongyeon memprotes, matanya secara tak sengaja mengarah pada Sana.
Tentu dia masih mengingat siapa wanita itu karena dia sempat bertemu dengan Sana di pesta Momo.
Dan mana mungkin dia bisa melupakan hari di mana kesuciannya di renggut paksa oleh wanita asing yang tak berperasaan di malam pesta itu.
"Seharusnya pertanyaan yang cocok untukku adalah seberapa baik keberuntunganku, unnie..." ujar Jennie.
"Ini sebenarnya cukup sulit karena semua gadis di kelas kami ingin berpasangan dengannya..." lanjut Jennie mencoba mengangkat mood Jeongyeon.
"Jinjja?" Sana berseringai, jelas menyadari bahwa Jennie menyukai adik temannya itu.
"Apa Jeongyeon sepopuler itu?" tanya Sana mengamati Jeongyeon yang menjadi sangat percaya diri setelah mendengar kata-katanya.
"Tentu saja..." Jeongyeon berseru cepat dan tersenyum angkuh ke arah Nayeon, membuat Sana gemas padanya.
"Ah itu mungkin karena gadis-gadis itu tidak mengenalnya..." Nayeon terus menggoda.
"Yah!"
"Berhenti kalian berdua!" nyonya Yoo kembali ke dapur hanya untuk mengakhiri perdebatan kedua kakak-beradik itu.
