"Kau mau pergi ke mana?" Jeongyeon membeku di tempat setelah mendengar suara itu.
Dia berpikir bahwa dia telah berhasil melarikan diri dari pengawasan kedua orang tuanya, tapi tak menyangka akan ada seseorang di taman belakang rumahnya.
"Kau ingin kabur, ya?" Jeongyeon dengan lelah menoleh ke arah suara itu.
"Kenapa nuna bisa ada di sini?" dia bertanya pada Nayeon sambil menatapnya dengan malas.
Nayeon melihat sekelilingnya sebelum berjalan mendekati Jeongyeon dan menghadapnya.
"Aku memilki firasat bahwa kau mencoba melarikan diri dan karena itu aku menunggumu di sini...." dahi Jeongyeon berkerut heran.
Dia kemudian duduk di tanah dengan kaki di silangkan serta lengannya. Pipinya terasa seperti meledak dengan hembusan ekstrim napasnya.
"Kenapa aku harus kabur? Pernikahanku akan di adakan besok pagi..." Nayeon memutar matanya.
"Karena kau akan menikah dengan seseorang yang tidak kau sukai..." ujarnya ikut duduk di tanah, mengikuti apa yang Jeongyeon lakukan.
"Kau tahu kau tidak perlu memaksakan diri untuk keluarga kita. Kau tidak perlu bertanggung jawab atas kesalahan yang tidak kau lakukan..."
Sebuah simpul muncul di bibir Jeongyeon, tapi dia mencoba untuk mengendalikan dirinya untuk tidak tersenyum di depan kakaknya.
Dia merasa senang karena Nayeon mempercayainya dan berada di pihaknya. Tidak seperti kedua orang tuanya yang masih menyalahkan dirinya atas apa yang sudah terjadi.
"Nuna sudah tahu alasanku menerima pernikahan itu, kan?" tanyanya dan Nayeon membuang napasnya.
"Aku tahu, tapi..."
"Aku tidak mungkin menelantarkan anakku sendiri, nuna..." sela Jeongyeon membuat Nayeon terdiam dan tak bisa berkomentar lagi.
Hening...
Tak ada suara selama beberapa saat hingga Nayeon kembali membuka mulutnya untuk bicara.
"Apa kau sudah yakin dengan pilihanmu? Kau tahu kan, jika Mina...dia...bukan wanita baik-baik..." ucap Nayeon dengan ragu-ragu.
Jeongyeon menghela napas dan mencondongkan tubuh ke depan. Saat itu juga dia sangat ingin mengubur dirinya sejauh enam kaki di bawah tanah.
Tidak perlu bertanya atau pun mencari tahu karena dia sudah tahu wanita seperti apa calon istrinya itu.
"Sejujurnya aku juga tidak tahu, nuna. Aku hanya...tidak punya pilihan lain..." Nayeon hanya memperhatikan adiknya lalu menatap ke arah bulan.
"Aku tahu kau tidak menanyakan pendapatku, tapi sebenarnya aku sangat menentang pernikahan ini..." telinga Jeongyeon berkedut, tapi dia tidak bergerak dari posisinya dan hanya mendengarkan Nayeon.
"Meski Mina adalah temanku, tapi aku tidak setuju jika dia menjadi istrimu. Aku juga tidak pernah suka dengan pernikahan paksa seperti ini..." Jeongyeon mengangkat kepalanya hanya untuk menatap kakaknya.
"Kenyataan tentang perbedaan umur kalian serta fakta bahwa kau masih dibawah umur sangat tidak membantuku..." Nayeon terlihat begitu frustasi.
"Jika saja wanita itu Momo, Jihyo atau Sana, mungkin aku akan mencoba untuk menerimanya...tapi ini adalah Mina. Dia...dia itu....sangat sangat tidak cocok untukmu..." Nayeon bahkan tidak tahu bagaimana menggambarkan betapa buruknya Mina pada Jeongyeon.
"Aku tidak pernah tahu jika nuna sangat peduli padaku..." Jeongyeon tersenyum pada saat itu juga dan dia langsung mendapat tamparan di lengannya.
"Dasar bodoh!"
