Mina memandangi berkas di tangannya, sesekali dia memejamkan mata dan menghembuskan napas perlahan.
Pekerjaannya hari demi hari semakin bertambah banyak dan tidak berkurang hingga dia terpaksa membawanya pulang ke rumah.
Sejujurnya Mina mulai merasa bosan dan lelah menjalani hari-hari seperti itu yang membuatnya kembali merindukan kehidupan bebasnya.
Seandainya saja dia bisa memutar ulang waktu dan kembali pada masa-masa itu, mungkin hidup yang dia jalani tidak membosankan seperti saat ini.
Tapi...
"Tidak...." Mina tiba-tiba menyentuh perutnya sendiri.
Jika itu terjadi, dia tidak mungkin menikah dengan Jeongyeon dan pastinya semakin terjerumus ke dalam jurang kegelapan.
"Hahhhh..."
Mina membuka matanya, memandangi beberapa ikan emas yang mengelilingi kolam batu di hadapannya. Sesekali dia tersenyum sambil memandang pantulan bulan di atas air yang bewarna keemasan.
Setidaknya sekarang dia bisa menjalani hidup yang lebih sehat dari sebelumnya, tanpa adanya alkohol dan seks bebas.
Dan juga akhir-akhir ini, entah kenapa kehidupannya terasa lebih menyenangkan dengan adanya Jeongyeon disisinya.
Meski seperti itu, masih ada satu hal yang sangat dikhawatirkan oleh Mina saat ini. Yaitu tentang masalah kehamilan palsunya yang membuat semuanya menjadi semakin rumit.
"Apa yang harus kulakukan?"
Mina meregangkan tangannya, menghirup udara segar malam hari dalam-dalam. Rumah yang dia tinggali saat ini benar-benar terasa begitu menenangkan dan nyaman.
"Mina?"
Mina langsung menoleh saat mendengar suara yang senantiasa menghiasi pagi hingga malamnya saat ini. Dia menemukan suaminya itu sedang berjalan mendekatinya lalu duduk di sampingnya.
"Sedang apa kau di sini?"
Mina menjawab pertanyaan Jeongyeon dengan mengangkat berkasnya sementara pemuda itu mengangguk pelan, mengerti maksudnya.
"Sudah selesai belajarnya?" tanya Mina dan Jeongyeon mengangguk malas sambil menguap lebar.
"Ya. Ahh, akhirnya aku bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumahku..."
"Kau tidak tidur?" tanya Mina yang menyadari bahwa Jeongyeon sudah mengantuk.
"Kau sendiri?"
"Pekerjaanku masih banyak..." jawab Mina dengan wajah cemberut, membuat Jeongyeon tersenyum kecil.
"Hmmm, kalau begitu aku akan menemanimu sampai kau selesai..." Mina buru-buru menggelengkan kepalanya.
"Tidak perlu. Kau tidur saja, besok kan kau sekolah..."
"Tapi..."
"Kau hanya akan menggangguku jika kau tetap di sini..." potong Mina membuat Jeongyeon tak bisa berkata-kata lagi.
"Cepat tidur sana!" usir Mina yang kembali pura-pura sibuk dengan berkas di tangannya.
Jeongyeon memandang Mina lekat-lekat sebelum bangkit dari duduknya dan mengusap kepala isterinya itu.
"Jangan terlalu memaksakan dirimu. Ini sudah malam. Kau juga harus tidur dan istirahat. Ingat, kau sedang hamil..."
Deg
Mina tertegun sejenak merasakan sentuhan lembut pemuda itu di kepalanya dan wajahnya pun mendadak merona tipis.
"Tsk! Jangan seenaknya menyentuh kepalaku! Aku ini lebih tua darimu..." gerutunya menepis pelan tangan Jeongyeon yang membuat suaminya itu tertawa.
.
.
.
.
.
Jeongyeon terus melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya. Ini sudah satu jam sejak dia masuk ke kamar, tapi Mina belum juga menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan tidur.