Malam hari biasanya akan menjadi surga bagi Mina karena dia bisa menghabiskan waktunya di tempat yang ramai.
Biasanya dia akan pergi ke klub dan menghabiskan waktu di sana hingga dia tidak akan merasa kesepian.
Ah, jika saja dia bisa kembali pada malam-malam yang bebas itu lagi.
"Hufftt..."
Helaan napas lelah mengiringi langkahnya saat memasuki kediaman keluarga Hirai.
"MINARIIIII..."
Baru saja melangkah masuk, dia sudah di sambut oleh teriakan dari Sana dan Jihyo yang sudah lebih dulu berkumpul di sana.
"Mina, mana traktirannya? Aku dengar kau akan menikah..." teriak Sana.
"Momo benar-benar ember..." sahut Mina ikut duduk di samping Sana.
Momo yang sedang sibuk memakan cemilannya tiba-tiba tersenyum dengan lebar setelah mendengar ucapan Mina.
Yah, tentu Mina tidak akan bisa menyembunyikan apapun darinya, mengingat orang tua mereka berteman baik.
"Minari, jangan lupa traktirannya..." Sana dan Jihyo kembali menangih hal yang sama pada Mina.
"Aishh! Iya, iya!!!"
Karena merasa kesal Mina pun menyanggupi permintaan temannya itu dan mereka semua menyambut janji Mina dengan sorak-sorai.
"Ah sayang sekali Nayeon tidak ada di sini..." sahut Sana dengan tiba-tiba, membuat Mina baru menyadarinya.
Ah, pantas saja dia merasa ada yang kurang. Jika Sana tidak mengatakannya, mungkin Mina tidak akan pernah menyadari hal itu.
Atau lebih tepatnya, dia tidak peduli jika Nayeon datang atau tidaknya ke pertemuan mereka.
Itu terjadi karena hubungan mereka yang biasa-biasa saja, tidak seperti hubungannya dengan Sana dan juga Momo.
Dia, Nayeon dan Jihyo baru mengenal satu sama lain dalam beberapa bulan yang lalu dan mereka juga jarang bertemu.
Tentu bukan hal itu saja yang membuat Mina kesulitan berteman dengan Nayeon karena nyatanya dia bisa berteman dengan Jihyo.
Bukan pilih-pilih teman atau apa, hanya saja Mina merasa tidak cocok dengan Nayeon. Mungkin karena perbedaan umur mereka yang berjarak 2 tahun, tidak seperti Momo, Sana dan Jihyo yang seumuran dengannya.
"Aku jadi merindukannya..." lanjut Sana dan di balas dengan tatapan malas Momo yang mengetahui makna lain di balik perkataannya.
"Merindukan Nayeon atau adiknya?" Jihyo terkikik mendengar sindiran Momo.
"Aku tahu dia tampan, tapi ingat dia itu masih adik temanmu. Tidak sepantasnya kau menjadikannya sebagai mainan barumu, Sana..." Momo mengingatkan.
"Gila kau, Momo. Aku tidak pernah mengatakan jika aku akan menjadikannya mainanku..." Sana langsung membantahnya.
"Sungguh?"
"Aku bersungguh-sungguh, Momo. Untuk apa juga aku bermain dengan anak SMA yang masih kering dompetnya. Jika aku mau, aku akan bermain dengan pengusaha kaya raya untuk ku peras hartanya..." Momo dan Jihyo terkekeh mendengar jawaban asal Sana, berbeda dengan Mina yang tertegun dalam diam.
Pembicaraan mereka kembali mengingatkannya pada Yoo Jeongyeon, pria yang dalam satu minggu lagi akan resmi menjadi suaminya.
Benar-benar sial!
Seumur hidup baru kali ini dia merutuki dirinya karena telah tidur dengan sembarangan orang yang tidak dia ketahui asal usulnya.
Jika saja malam itu dia tidak mengikuti nafsunya dan tetap bermain seperti biasanya, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.