Memasuki bulan ketiga pernikahan, hubungan Jeongyeon dan Mina bisa di bilang semakin membaik.
Mereka sama-sama tak menyangka kalau mereka bisa akur mengingat banyaknya kebencian dan juga ketidaksukaan yang mereka rasakan antara satu sama lain.
Yah, sesekali mereka memang masih sering bertengkar, tapi bedanya sekarang Jeongyeon ataupun Mina tidak lagi membalas teriakan dengan teriakan. Mereka berdua atau lebih tepatnya Jeongyeon sudah cukup belajar untuk tidak melawan api dengan api.
Setelah hampir tiga bulan tinggal bersama, Jeongyeon mulai terbiasa menghadapi Mina. Kini dia mulai paham bagaimana cara mengatasi kemarahan ataupun kekesalan yang dipancarkan Mina padanya.
Dan entah mengapa Jeongyeon merasa dirinya semakin dewasa sejak tinggal bersama Mina, sementara Mina anehnya malah berubah menjadi kekanak-kanakan.
Sekarang hampir setiap waktu, Jeongyeon lah yang akan meminta maaf ketika mereka mulai bertengkar meski yang salah adalah Mina.
Juga Jeongyeon lebih memilih untuk diam dan mendengarkan omelan Mina ketika mood istrinya itu mulai memburuk karena rasa lelah ketika pulang bekerja.
Mertuanya pun pernah memberitahunya bahwa Mina sudah keras kepala sejak dia kecil.
Terlahir sebagai anak tunggal di lingkungan yang memanjakannya membuat Mina terbiasa di perlakuan seperti seorang putri.
Jadi, menurutnya wajar saja jika Mina selalu bersikap seenak hatinya. Dan lagi pula, Mina juga sedang mengandung anaknya.
Jeongyeon tidak pernah tahu bagaimana rasanya mengandung selama sembilan bulan dan melewati sakitnya proses melahirkan karena dia seorang laki-laki.
Karena itulah dia berusaha keras untuk tetap bersabar dan mengerti akan keadaan Mina. Apalagi sekarang kandungan Mina sudah mulai masuk 6 bulan, membuat Jeongyeon harus melakukan banyak hal untuk menjaga emosi Mina yang siap meledak kapan saja.
Jika dipikir-pikir lagi, Jeongyeon merasa kalau Mina mulai terlihat seperti wanita hamil pada umumnya. Itu terlihat dari perutnya yang mulai membesar dan kadang juga mengidam.
Belum lagi perubahan perasaan Mina yang terjadi begitu cepat dibandingkan sebelumnya dan kadang sikapnya mulai terlihat aneh.
Seperti sekarang ini ketika mereka selesai makan malam, Mina berdiri di depan cermin sambil memandangi dirinya.
"Apa ini tidak terlalu besar?" gumam Mina memegangi perutnya.
Jeongyeon yang sedang membereskan meja makan mengangkat wajahnya untuk melihat Mina tanpa mengatakan apapun. Di matanya, Mina terlihat normal seperti wanita hamil pada umumnya.
"Ah, seharusnya aku memilih yang satunya lagi..." gerutu Mina sangat pelan hingga Jeongyeon tak dapat mendengarnya.
Dia terus saja memandangi perutnya yang sekarang terlihat besar karena bantalan perut yang bersembunyi di balik pakaiannya.
"Bukankah itu hal yang normal?" Jeongyeon tiba-tiba menyahut sambil mengangkat bahunya dengan bingung.
Seorang wanita hamil memang terlihat besar, kan?
"Kau kan sedang hamil..."
"Jadi, menurutmu aku terlihat besar?" ulang Mina dengan kedua tangannya berkacak pinggang dan matanya menatap Jeongyeon kesal.
Sayangnya Jeongyeon tidak melihat hal itu karena dia sedang membawa piring kotor ke dapur, meletakkannya di wastafel sebelum berbalik menatap Mina.
"Wanita hamil kan memang besar..." balasnya polos.