"Hai, Jeongyeon..."
Lagi-lagi sapaan lembut itu membuat jantung Jeongyeon berdegup tak beraturan dengan kedua mata yang masih melebar tak percaya.
"Hah? K-kau..." dia tergagap, begitu terkejut dan tidak menyangka akan bertemu kembali dengan wanita itu.
Itu masih wanita yang sama, wanita yang malam itu mengambil paksa keperjakaannya, wanita yang membuat dirinya tak bisa tidur selama berhari-hari, wanita yang sangat ingin dia lupakan dan di hindari selama sisa hidupnya.
Berbagai macam pertanyaan pun mulai memenuhi pikiran Jeongyeon, bertanya-tanya apa yang dilakukan keluarganya di rumah wanita itu.
Entahlah...
Hanya dengan melihat sosok wanita itu telah membuat dirinya merasakan firasat buruk, seolah-olah sebuah petaka sudah menunggu kedatangannya.
Hanya butuh beberapa detik sampai rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, apalagi setelah mendengar sapaan Mina kepada kedua orang tuanya.
"Selamat datang appa Yoo, eomma Yoo..."
Tunggu...
Apa dia tidak salah dengar?
Appa?
Eomma?
Oh tuhan...
Beraninya wanita terkutuk itu memanggil ayah dan ibunya seperti mereka adalah orang tuanya.
Apa-apaan wanita itu?
Jeongyeon masih menunjukkan wajah tak percayanya akan apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar saat ini.
"Tsk! Yang benar saja..." kata itu keluar begitu saja dari mulutnya, membuat kedua orang tuanya maupun keluarga Mina melihat ke arahnya.
Tentu mereka terheran-heran melihat reaksi Jeongyeon yang terlihat tidak suka dan kesal kepada Mina.
Bukankah mereka saling suka sama suka?
"Jaga sikapmu, Jeongyeon!" tuan Yoo memperingatkan putranya dan Mina akhirnya bisa bernapas lega.
Sungguh dia merasa was-was jika Jeongyeon kembali membuka mulutnya dan memberitahu apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua.
Bisa-bisa rencananya hancur berantakan, belum lagi hukuman yang akan di berikan ayahnya nanti.
"Maaf..." lirih Jeongyeon menundukkan kepalanya dan Mina diam-diam terkekeh melihat ketidakberdayaan pria itu di depan keluarganya.
Jika terus begini, semua rencananya pasti berjalan dengan lancar.
Sadar jika suasana mulai berubah menjadi canggung, tuan Myoui akhirnya berinisiatif untuk meringankannya.
Dia berinisiatif mengajak keluarga Yoo untuk masuk dan menuntun mereka menuju ruang makan untuk makan malam bersama.
Jeongyeon tidak punya pilihan selain mengikuti kedua orang tuanya. Tak ada gunanya protes karena itu hanya akan memperparah keadaan.
.
.
.
.
.
Selama acara makan malam, Jeongyeon tidak bisa bicara atau pun bertanya kepada kedua orang tuanya, meski berbagai pertanyaan terus berkumpul di dalam kepalanya.Karena itu dia memilih untuk tetap diam dan hanya mendengarkan pembicaraan orang-orang dewasa yang sedang membahas rencana pernikahan yang tidak dia ketahui untuk siapa.
"Apa Nayeon nuna akan segera menikah?"
Hanya kemungkinan itu yang dapat Jeongyeon simpulkan, mengingat sang kakak sudah cukup umur untuk melakukan pernikahan.