Sudah dua hari Mina hanya termangu seorang diri di kamarnya, masih terlalu enggan untuk bangun dan memulai hari setelah Jeongyeon pergi meninggalkannya.
Ring...Ring...Ring...
Kamar yang sunyi dan sedikit redup itu tiba-tiba menjadi bising saat alarm di ponselnya mulai berbunyi. Tak biasanya dia bangun lebih awal seperti ini.
Mina tersenyum tipis ketika mengingat kembali apa yang telah terjadi hingga membuatnya merasa seperti manusia paling bodoh dan tak berperasaan di dunia ini.
Selama ini tak pernah sekali pun dia peduli akan hal seperti itu. Dia melakukan apapun yang dia suka, tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Namun sekarang semuanya jelas berbeda, dirinya telah berubah. Dia merasa menyesal....sangat, sangat menyesal.
"Kau tidak bisa meminta maaf semudah itu. Kau terlalu menyakitiku. Kau telah mengkhianati kepercayaanku. Aku tidak mau melihatmu lagi..."
Mengingat kata-kata terakhir Jeongyeon membuat hatinya kembali terasa perih dan teriris. Air mata yang baru saja berhenti tadi malam itu akhirnya pecah lagi.
Dia sadar memang dirinya yang dulu sangat buruk dan keji sekali. Karena itu, dia merasa mulai membenci dirinya sendiri.
Mina menutup seluruh tubuh dan wajahnya dengan selimut kemudian menangis sekeras mungkin dengan harapan agar semua rasa sesaknya segera hilang.
Di tempat lain...
Jeongyeon berjalan menuruni anak tangga di rumahnya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Niatnya untuk pergi ke sekolah entah mengapa langsung hilang saat mengingat seragam dan peralatan sekolahnya masih berada di tempat tinggalnya bersama Mina.
Dia menatap datar sekeliling kediaman keluarganya yang nampak begitu sepi pagi ini karena Nayeon yang masih tidur dan kedua orang tuanya masih berada di luar negeri.
"Hahhh..."
Jeongyeon menghela napas kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Pergi ke tempat yang sudah lama tak dia singgahi yaitu perpustakaan kota.
Dia tak berniat belajar karena pada dasarnya dia sedang membolos sekolah. Yang dia inginkan di sana hanyalah sebuah ketenangan. Tempat dimana dia dapat menenangkan hati dan pikiran dengan berbagai buku yang berada di sekitarnya.
Tak butuh waktu lama bagi Jeongyeon untuk tiba di perpustakaan dan menemukan tempat duduk yang cocok untuk situasinya saat ini.
Itu berada di paling pojok perpustakaan, tempat yang jarang sekali di singgahi orang-orang untuk membaca. Ruang itu tampak begitu strategis, sangat cocok untuk dirinya yang sedang ingin menyendiri dan menenangkan diri.
Tumpukan buku pun mulai memenuhi meja itu, Jeongyeon mencoba untuk belajar tapi sepertinya masih tidak bisa.
Sudah dua hari ini, tatapan Jeongyeon terlihat begitu kosong dan kosentrasinya benar-benar pecah hingga membuatnya frustasi.
Frustasi akan dirinya sendiri yang masih mencoba menolak kejadian dua hari yang lalu. Namun otaknya tetap saja tak memperbolehkan hatinya berputar arah untuk mencoba memahami dan memaafkan Mina yang sudah berbohong dan membodohinya.
Jeongyeon mengistirahatkan kepalanya, menunduk di atas meja dengan tangan yang dia jadikan bantalan. Air mata itu kembali menetes begitu saja hingga membasahi meja.
Dia tak ingin membenci Mina, tapi semua hal yang dia dapatkan dua hari yang lalu membuatnya merasa demikian. Saat ini, dia hanya bisa berharap jika semua itu hanya mimpi yang akan hilang ketika dia bangun nanti.
.
.
.
.
.
"Sayang, kau yakin baik-baik saja?" Mina tak menoleh, dia hanya tersenyum dan menggerakkan sedikit kepalanya, menggeleng pelan.
