30. Kembali ke rumah Umma

2.1K 227 26
                                    

Wanita dengan jilbab berwarna nude duduk di depan danau yang sering ia kunjungi saat waktu senja hampir tiba. Matanya fokus menatap danau tersebut, sedangkan mulutnya nampak komat-kamit membaca sesuatu. Wanita itu nampak sedang muraja'ah. Air matanya ia biarkan menetes, membasahi pipinya yang semula kering.

Lebih baik dirinya meninggalkan sejenak masalahnya. Habib Ali Zainal Abidin Alkaff pernah berkata, ketika makanan itu panas, kamu akan meninggalkannya sesaat, agar ketika kamu memakannya, kamu tidak kepanasan. Dan jika ada masalah, cobalah tinggalkan sebentar, agar engkau bisa memecahkan masalah dengan hati sedikit dingin. Yah, Bilqis ingin mencoba menghilangkan gejolak amarah di dalam dirinya. Ia menyesal telah mengucapkan kata cerai tanpa pikir panjang.

Setelah selesai muraja'ah, Bilqis langsung mengangkat kopernya, ia ingin pulang ke rumah Ummanya, dirinya akan menunggu Alfi menjemputnya di sana. Jika Alfi benar-benar ingin memperbaiki semuanya, maka Alfi akan berusaha dan berjuang bukan? Yah, ia ingin melihat perjuangan Alfi. Bukan sekedar kata-kata dari pria itu.

Tangannya melambai, menghentikan taksi, sebelum ia masuk, samar-samar ia melihat seorang gadis yang ia kenal tengah berjalan sempoyongan. Matanya langsung membola ketika melihat gadis itu adalah Gladis. Apa gadis itu mabuk? Itu sangat berbahaya untuk dirinya.

"Pak tunggu sebentar ya, saya ada urusan, nanti saya bayar lebih." setelah mendengar supir tersebut mengiyakan, Bilqis langsung berlari kecil mendekati Gladis.

"Ad--Gladis." dirinya mengurungkan niat memanggil Gladis dengan panggilan Adis. Takut Gladis tidak suka seperti beberapa saat yang lalu.

"Lo siapa hah?! Ck, semua orang kenapa terlihat seperti wanita itu?! Kenapa lo ada di mana-mana?!" Bilqis mengerutkan alisnya bingung. Apa maksudnya? Apa Gladis melihat dirinya di semua tempat?

"Aku bukan wanita yang kamu maksud, sekarang ayo aku antar pulang, bahaya kalau kamu pulang sendiri, kalau ada orang jahat gimana?" dapat Bilqis lihat Gladis nampak mengerjapkan matanya seraya mengangguk-anggukan kepalanya, entah apa yang di pikirkan gadis itu.

"Lo beneran bukan Bilqis kan?" Bilqis menghela napas kasar, lalu ia mengangguk mengiyakan.

Bilqis dibuat terkejut ketika tangan gadis itu langsung bertengger di bahunya. Lalu gadis itu mulai melangkahkan kakinya bersama dengan Bilqis yang kini membopong tubuhnya.

Setelah memastikan Gladis duduk dengan baik di dalam taksi tersebut, Bilqis langsung mengitari mobil tersebut, lalu duduk di samping Gladis. Dirinya langsung menyuruh sang supir untuk menuju ke rumah mertuanya, berniat mengantarkan Gladis terlebih dahulu. Setahunya, kedua mertuanya sedang keluar kota, jadi dirinya bisa mengantar Gladis tanpa mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari mertuanya nanti.
Lagipula, di rumah itu asisten rumah tangganya sudah kembali untuk menemani Gladis, jadi ia bisa tenang meninggalkan Gladis di rumah sebesar itu.

*****

"Assalamualaikum, Umma!" sapaan ceria itu membuat Hani yang sedang bermesraan bersama Adhil langsung berdiri. Dirinya langsung menghampiri sang putri.

"Wa'alaikumussalam, sayang." mereka saling memeluk. Hani tersenyum lalu mengelus punggung sang putri dengan sangat lembut.

Bilqis melepaskan pelukannya lalu tersenyum menatap sang Umma. Berbeda dengan Adhil yang malah fokus ke arah koper milik putrinya.

"Kenapa putri Papa yang cantik ini membawa koper, hm?" sontak pernyataan itu membuat Hani langsung ikut menatap koper yang ada di samping Bilqis. Dirinya sampai tidak melihat koper itu karena terlalu senang melihat putrinya.

Bilqis tersenyum canggung, "Suami Iqis lagi keluar kota, jadi Iqis nginep di sini, boleh?"

Hani tersenyum lalu mengelus pipi Bilqis, "Kenapa gak boleh? Kamu kan putri Umma sama Papa, rumah ini selalu terbuka untuk putri Umma dan Papa ini."

Bilqis Khumaira [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang