008

565 32 5
                                    

Aku menghela nafasku sesaat sebelum aku membuka pintu yang ada di hadapanku setelah aku selesai mengganti pakaianku. Benar, saat ini aku sudah mengenakan sebuah baju hitam pemberian Alif yang ternyata terlalu oversize untukku, dan tak lupa juga aku menggunakan hijab abu-abu itu sebisaku dan sampai saat ini aku masih belum tahu kegunaan benda tajam kecil dengan sebuah mutiara di ujungnya ini yang sampai saat ini masih ku bawa.

Aku mulai membuka pintu kamar ini perlahan dan tepat saat pintu ini terbuka kedua netraku menangkap sosok Alif yang masih menungguku di depan kamar ini, tentu karena aku masih takut karena kejadian tikus tadi.

"Gi—gini?" Tanyaku meminta pendapatnya tentang pakaianku saat ini.

"Iya." Jawab Alif bahkan tanpa melihatku terlebih dahulu.

"Tapi ini nggak kebesaran ya? Kok longgar gini? Kakiku juga sampai nggak kelihatan gitu." Ujarku melontarkan berbagai pertanyaan sekaligus karena ini kali pertama aku mengenakan pakaian yang terasa sangat longgar di tubuhku.

"Tidak, itu sudah sangat pas untuk kamu, tidak ada lekukan tubuh yang terlihat." Jawab Alif sembari beranjak menuju kursi yang ada di ruang tamu.

Ia segera duduk di sana dan memintaku untuk mengikutinya meskipun cara jalanku sedikit berubah karena aku terlalu sibuk dengan baju yang sangat panjang ini.

"Sekarang dengarkan saya baik-baik!" Ucap Alif serius tepat saat aku sudah mendudukkan tubuhku di hadapannya. Dan tentu aku hanya bisa menganggukkan kepalaku saat ini.

"Mulai sekarang, nama anda Mina. Aminah Humairah." Ujar Alif seolah sedang mendikte ku dan sampai saat ini aku masih tidak mengerti apa maksudnya itu.

"Haa? Maksudnya?" Tanyaku cepat.

"Selama anda tinggal di rumah saya, nama anda adalah Mina, Aminah Humairah. Siapapun yang bertanya jawab saja seperti itu." Jelas Alif semakin serius karena suaranya yang semakin lirih.

"Tapi kan nama saya Alin." Sahutku tak terima karena ia mengganti namaku sesuka hatinya.

"Saya tahu, hanya saat anda berada di rumah saya saja."

Aku terdiam untuk beberapa saat, jika aku pulang aku harus bertemu dengan keluarga besarku yang mungkin akan langsung mencekokiku dengan berbagai permasalahan harta warisan orang tuaku. Dan jika aku tetap tinggal di sini aku takut akan ada tikus yang terjatuh dari atas seperti tadi. Aku pun tak memiliki sahabat ataupun teman yang bisa aku hubungi karena aku hanya mengenal Sean dan teman-temannya saja.

"Tidak bisakah pinjami uang saja? Biar saya cari hotel di sekitar sini. Saya janji, saya akan segera mengembalikannya setelah saya mendapatkan uang saya kembali." Ucapku mencoba mencari cara lain daripada namaku harus diganti dengan nama yang aneh seperti tadi.

Alif tersenyum lalu mulai merogoh saku celananya. "Sayangnya dua hari yang lalu saya baru menggunakan seluruh tabungan saya untuk membelikan adik saya motor sebagai hadiah kelulusannya sekaligus hadiah karena ia sudah di terima di universitas pilihannya. Dan sekarang hanya ada 100 ribu saja." Jelasnya sembari menunjukkan uang yang ia keluarkan dari dalam sakunya tadi.

Aku tersenyum kecut melihat hal itu, baru kali ini aku merasakan susahnya ketika seseorang tidak memiliki uang. Ternyata uang memang sepenting itu.

"Jadi? Bagaimana? Tetap tinggal di rumah ini atau?" Tanya Alif yang sudah menunggu jawabanku.

Aku menghela nafasku lalu menganggukkan kepalaku dengan mataku yang terpejam.

"Baik, kalau begitu mulai saat ini nama anda siapa?"

"Mina." Jawabku singkat.

"Mina siapa?" Tanya Alif lagi seolah ingin mengejekku.

"Aminah Humairah." Jawabku patuh karena sudah tak ada pilihan lain lagi.

"Benar, selanjutnya untuk rumah. Jika ada yang bertanya tentang rumah anda harus menjawab —"

"Nggak dibawa." Jawabku memotong perkataan Alif.

Mendengar jawabanku barusan Alif hanya menghela nafasnya lalu mengangguk pelan mencoba untuk tetap sabar.

"Memang tidak salah, tapi bukan itu jawaban yang benar."

"Nanti tinggal jawab saja kalau anda tinggal di bandung." Lanjut Alif dengan senyumnya yang terlihat ia paksakan. Benar-benar tak jago acting.

"Kenapa bandung? Kan—"

"Di mana rumah anda?" Tanya Alif yang langsung memotong perkataanku, mungkin ia ingin balas dendam untuk yang tadi.

"Bandung." Jawabku malas.

"Usia?"

"23."

"Oke, kita ke rumah saya sekarang. Tapi ingat, jangan sembarang berbicara dengan siapapun, tetap hati-hati dan jangan buat mereka curiga."

Dengan patuh aku menganggukkan kepalaku, dan tak lama setelah itu Alif mengajakku menuju rumahnya dengan berjalan kaki.

Dan ternyata hanya butuh waktu lima menit dengan berjalan kaki untuk sampai di rumahnya uang terlihat tak terlalu besar namun asri dengan beberapa tanaman yang terawat di teras rumahnya.

Alif mulai membuka pintu gerbang rumahnya dan memintaku untuk masuk terlebih dahulu. Dan tepat saat aku menginjakkan kakiku memasuki halaman rumahnya yang cukup luas aku mengedarkan pandanganku mengamati sekeliling yang terlihat sangat sepi meskipun berada di kota Jakarta.

Yahh meskipun masih ada kendaraan yang lalu-lalang namun rumah ini terasa begitu damai.

"Mari!" Ajak Alif yang saat ini memimpin di depan.

Dengan patuh aku mengikuti langkahnya yang sepertinya menyesuaikan dengan langkahku, samar-samar aku mendengar suara gaduh yang entah datangnya dari mana. Dan karena sudah tak bisa menahan rasa penasaranku akupun bertanya pada Alif. "Ini,, suara apa? Ada orang yang lagi debat ya?"

"Hmm? Ohh ini? Ini suara para santri dari belakang rumah. Mereka pasti sekarang lagi setoran hafalan ke abi." Jelas Alif sembari melepas sendalnya dan menapakkan kakinya ke lantai yang didominasi dengan warna putih itu.

"Mirip lebah ya suaranya." Gumamku lirih namun justru ditertawai oleh Alif yang saat ini sudah bersiap untuk membuka pintu rumahnya.

"Assalamualaikum." Ucap Alif sembari membuka pintu itu.

Begitupun aku yang hanya mengikutinya karena tak tahu apa-apa. "Assalamualaikum." Beoku, dan di saat bersamaan Alif menoleh padaku seolah aku sudah melakukan hal yang aneh di matanya.

"Kenapa? Salah ya?" Tanyaku spontan dengan suaraku yang lirih karena takut ada yang mendengar kami.

Terbit senyum di bibir Alif. "Haaa,, tidak, tidak ada yang salah." Jawabnya sembari memalingkan wajahnya dan dengan senyumnya yang terlihat semakin merekah.

°

°

°

°

°

Haii Reader's ❤️

Hayoo udah pada follow my ig belummm?
Belum?
Buruan follow dehh sekarang!!!
Nihhh,,,

Hayoo udah pada follow my ig belummm?Belum?Buruan follow dehh sekarang!!!Nihhh,,,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote and tinggalin jejak kalian di kolom komentar yaaa 😉

Happy Reading ✨

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang