010

512 29 1
                                    

Alif menatap ummi Rifa lekat, aku bisa melihatnya dengan sangat jelas jika saat ini ia sangat gugup di hadapan ummi nya sendiri.
"I—itu ummi, ja—jadi Mina memang belum tahu apa-apa tentang mondok." Ucap Alif gagap dan sontak saja jawabannya itu membuat kedua bola mata ummi Rifa membelalak.

"Haa? Terus kenapa kamu bilang dia mau mondok kalau dia sendiri nggak tahu mondok itu apa nak?" Sahut Tante Rifa cepat.

"I—itu ummi, Mina nggak tau mondok, tapi,,,, tapi Mina taunya tinggal di asrama! Iya Mina taunya itu kayak tinggal di asrama gitu ummi. Iya kan Mina?" Sahut Alif lagi namun kali ini lagi-lagi ia memberiku isyarat agar aku menganggukkan kepalaku dan membenarkan ucapannya barusan.

"I—iya ummi, saya tahunya asrama, dulu saya juga pernah tinggal di asrama waktu saya SMA." Ucapku mematuhi isyarat Alif yang saat ini terlihat lega, namun akupun tak berbohong karena dulu aku sempat tinggal di asrama yang disediakan sekolah saat aku masih SMA, meskipun aku hanya bisa bertahan selama dua hari di sana karena anak-anak lain yang bahkan tak mau mendekatiku kala itu.

"Ohh, gitu,,," gumam ummi Rifa, dan segera memintaku untuk duduk dan meminum teh yang tadi di antarkan oleh dua orang gadis muda yang langsung kembali ke dapur setelah mengantar teh untukku.

Setelah cukup lama berbincang-bincang, akhirnya Ummi Rifa meminta Husna untuk mengantarkanku ke tempat yang akan menjadi tempat tidurku selama aku tinggal di sini.

Aku mengikuti langkah kaki Husna yang kini berjalan beriringan denganku, rasanya sangat canggung meskipun kelihatannya usia kami tak terpaut cukup jauh.

"Mbak Mina bisa kenal mas Alif di mana?" Tanya Husna ditengah-tengah keheningan malam ini.

"Di jembatan." Jawabku jujur.

Spontan Husna menghentikan langkah kakinya dan menatapku seolah tak percaya dengan ucapanku barusan. "Jembatan?" Tanya Husna memastikan, dan jujur saja sebenarnya akupun sudah menebaknya jika Husna tak akan percaya pada ucapanku tadi.

"Iya."

"Emm, kapan?"

"Dua hari yang lalu." Jawabku singkat karena akupun teringat akan perkataan Alif yang memintaku untuk tak sembarangan menjawab pertanyaan dari siapapun itu meskipun keluarganya sendiri.

Husna terdiam dan kembali menatapku penuh curiga lalu kembali melanjutkan perjalanan kami.

"Ini kamar mbak, nanti mbak tidur di kamar ini bertiga sama santriwati yang lain." Jelas Husna setelah kami sampai di salah satu kamar yang sepertinya tak terlalu besar.

"Bertiga?" Gumamku tak percaya, terlebih dengan kenangan ku di masa lalu yang juga pernah merasakan tidak enaknya memiliki teman sekamar, terlebih mereka belum pernah bertemu denganku sebelumnya.

"Iya, bertiga mbak, di sini memang satu kamar ditempati tiga atau empat santri, dan kamar mandinya sendiri ada di ujung sana, dapur ada di samping koperasi santri yang ada di sana. Mungkin besok saya akan jemput mbak Mina lagi dan menunjukkan tempat-tempat lainnya di pondok pesantren ini, yah meskipun tempatnya tidak besar tapi di sini fasilitasnya Alhamdulillah lengkap kok mbak, jadi mbak nggak perlu khawatir." Jelas Husna serius.

Aku menganggukkan kepalaku paham, dan dengan segera Husna mengetuk pintu yang ada di hadapannya. "Assalamualaikum." Ucap Husna. Dan tak lama setelah itu terdengar suara gaduh dari dalam kamar sana seolah sedang terjadi keributan.

"Waalaikumussalam." Jawab seseorang dari dalam yang terdengar berusaha untuk membukakan pintu kamarnya.

Ceklekk

Tepat di saat pintu itu terbuka seorang gadis keluar dengan bajunya yang serba panjang serta selimut sebagai penutup kepalanya. Ia menatap Husna lalu tersenyum dan menundukkan kepalanya seolah memberi hormat, dan kini giliran ia menatapku.

Ia mengamatiku mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, dan jujur saja aku risih melihatnya menatapku seperti itu.

"Ratna, ini mbak Mina, beliau ini santriwati baru di sini, dan akan sekamar sama kamu dan juga Warda, jadi tolong di bantu ya untuk peraturan-peraturan dan larangan di pondok ini tolong kamu jelaskan." Ujar Husna yang entah mengapa tiba-tiba terlihat sangat berwibawa di mataku. Mungkin itu juga yang terlihat di mata Ratna saat ini.

"Iya ning, siap." Jawab Ratna cepat sembari menundukkan kepalanya lagi.

"Yaudah mbak aku tinggal dulu ya. Assalamualaikum." Ucap Husna sembari menepuk lenganku lembut lengkap dengan senyumnya yang hangat.

"Iya, makasih ya." Jawabku namun berbeda dengan Ratna yang justru mengucapkan hal aneh. "Waalaikumussalam ning." Ucap Ratna lirih.

Tepat setelah Husna pergi kini giliran Ratna yang mengajakku untuk masuk ke dalam kamar itu, aku pun mulai melangkahkan kakiku memasuki kamar yang juga akan menjadi kamarku sampai beberapa hari ke depan.

Aku mengedarkan pandanganku, terasa seperti masuk ke dalam dunia lain. Selain tempatnya yang tak terlalu luas, kamar ini ternyata juga terlihat tak beraturan, bahkan baju dan handuk berserakan dimana-mana.

"Selamat datang di wisata bahari pondok pesantren Darul Ilmi wahai ukhti baru." Ucap Ratna sembari melebarkan tangannya seolah menyambutku.

"Wisata bahari pondok pesantren Darul Ilmi yang tentu akan mewarnai hari-hari kita dengan berbagai hafalan, dan beberapa tingkah para santri lain yang selalu membuat pusing, cenut cenut, dan mual disertai buang air besar." Sahut gadis lain yang kini berjalan mendekatiku.

"Jadi!" Ucap keduanya kompak dan juga sangat antusias.

"Mari kita mulai ospep malam ini!" Sambung mereka tak lupa dengan tos yang mereka lakukan, dan entah apa maksudnya itu.

"Ospep?" Gumamku tak mengerti dengan apa yang mereka maksud.

Kedua gadis itu tersenyum dan saling pandang, seolah sekarang mereka sedang memikirkan hal yang sama. "Orientasi Studi dan Pengenalan Pondok pesantren." Jawab keduanya lebih antusias lagi.

"Haa? Tadi katanya wisata bahari? Kenapa sekarang malah jadi orientasi?" Gumamku tak habis pikir dengan mereka berdua yang terlihat tak baik-baik saja. Apa aku juga akan menjadi seperti mereka nantinya jika terus tinggal di sini?

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang