062

287 23 0
                                    

Iqamah subuh mulai berkumandang, akupun segera mempercepat langkah kakiku menuju masjid dengan sajadah yang ku tenggerkan di pundakku, begitupun dengan Warda yang saat ini juga berlari menyusul ketertinggalannya di belakangku.

Hampir saja kami tertinggal. Bagaimana tidak, semalam kami cukup banyak bercerita hingga tidak sadar sudah pukul setengah tiga pagi.

Hari ini rencananya aku akan mulai mengemas barang-barangku. Karena aku akan kembali ke rumah nenek sampai nanti acara pernikahanku dilangsungkan.

Aku mulai menggelar sajadahku dan merapatkan shaf, shalat jamaah yang dipimpin oleh Abi Umar berjalan dengan cukup khusyuk. Meskipun terdapat beberapa santri yang saat ini mendapat takziran (hukuman) karena terlambat mengikuti shalat jamaah subuh. 

Seperti hari-hari biasanya, Selain beberapa santri yang mendapat takziran para santri lainnya pun melanjutkan kegiatan dengan mendengar kajian yang disampaikan oleh abi Umar, setelah itu dilanjut dengan menyetorkan hafalan-hafalan Al-Quran mereka pada beberapa pengurus pondok yang bertugas.

Termasuk diriku yang saat ini sudah mulai menghafalkan surah-surah pendek, yahh meskipun bacaanku belum yang benar-benar lancar seperti santri-santri lainnya.

"Habis ini kabur yuk!" Bisik Warda tepat di telinga kiriku, sontak akupun menghentikan bacaanku dan menatap Warda penuh tanda tanya.

"Kabur?" Tanyaku memastikan dengan berbisik juga. Dan Warda pun menganggukkan kepalanya dengan senyum licik yang terpampang di wajahnya.

"Cari makan. Makan di luar, lagian kan hari ini hari terakhir lo, jadi kapan lagi kan kita bisa kabur." Jawabnya lirih.

Akupun berpikir sejenak. Jika diingat-ingat lagi selam aku menjadi santri di sini aku belum pernah sekalipun kabur seperti yang dilakukan santri lain, sepertinya ini bukan ide yang buruk, toh kami hanya akan melewatkan sarapan di sini dan mencari sarapan berdua di luar dan segera kembali dengan tenang.

Begitu pikirku sebelum orang ini menghentikan kami.

Aku hanya tersenyum menatap Warda yang kini memasang ekspresi cemberut.

Baru saja kami berdua akan keluar melewati gerbang depan rumah Alif kami dikejutkan dengan kehadiran Farid yang mengintrogasi kami. Tentu kami membuat beberapa alasan agar Farid tak curiga dan meminta kami untuk kembali, namun hasilnya nihil dan justru semakin runyam karena Alif datang.

"Ahh elah, masa cuma mau cari sarapan di luar aja nggak bisa sih?" Celetuk Warda mulai kesal.

Sontak akupun memukul lengannya pelan, bisa-bisanya ia mengatakan hal itu dengan sangat mudah.

"Cari sarapan?" Tanya Farid memastikan bahwa ia tak salah dengar.

Dengan terpaksa kami pun menganggukkan kepala kami, toh sudah terlanjur.

"Di sini kan sudah disiapkan makanan, kamu tidak suka?" Tanya Alif dengan tatapannya padaku yang dipenuhi rasa penasaran. 

"Bu—bukannya nggak suka Gus, tapi—"

"Bosen Gus, mau cari suasana baru." Sahut Warda sebelum aku menyelesaikan perkataanku.

"Makan apa yang ada, syukuri. Bukannya malah kabur cuma karena bosen!" Sahut Farid yang sontak saja membuat Warda memasang ekspresinya yang semakin terlihat muram.

"Jangan ikut campur deh!" Timpa Warda dengan kedua netranya yang memelototi Farid.

"Jangan ikut campur? aku pengurus ya di sini. USTADZ FARID. INGET ITU." Tekan Farid pada kalimat terakhirnya.

Akupun hanya menghela nafasku dan menatap Alif yang saat ini menatapku lekat. 

"Pengen makan apa?" Tanya Alif di samping kedua manusia yang masih ribut itu.

Akupun menggelengkan kepalaku karena aku belum tahu akan makan apa di luar nanti, terlebih yang lebih mengetahui daerah sini adalah Warda, jadi aku hanya menikutinya saja. "belum tahu sih Gus." Jawabku canggung, terlebih mengingat kejadian kemarin, dimana aku menangis memperlihatkan sisi emosionalku yang selama ini belum ku tunjukkan pada siapapun.

"Udah pernah cobain bubur ayam depan minimart belum?" Tanya Alif yang langsung ku gelengi karena aku belum pernah ke sana.

"Mau coba makan itu? Nanti makannya di taman sebrangnya." Tawarnya.

Akupun berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalaku tanda setuju, kami pun segera berjalan meningalkan mereka berdua yang sampai saat ini masih berdebat. Sampai mereka berdua menyadari bahwa mereka sudah kami tinggalkan di sana.

"Minaa! Tungguuu,,,!!!" Teriak Warda yang kini berlari mengejar ketertinggalannya, begitupun dengan Farid yang juga ikut berlari di belakang Warda.

"Gus tunggu gus!" Teriak Farid.

"Ngapain ikut sih lo!" Pekik Warda yang masih merasa tak terima.

"Suka-suka gue, lagian gue ngikut Gus Alif ya bukan ngikut lo!" Balas Farid yang langsung mendahului Warda.

"Awas aja lo yaa,,," Pekik Warda lagi.

sementara aku dan Alif hanya tersenyum melihat tingkah kedua umat yang tidak pernah akur itu.

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang