030

343 23 0
                                    

Alif menatap Ozzi tajam sembari meraih tanganku lalu membawaku pergi menjauhi Ozzi bahkan sebelum aku bisa menjawab pertanyaannya.

Benar, Alif lah yang menghampiriku dan Ozzi. Entah kebetulan atau apa tapi yang jelas aku tak menyukai hal ini karena Alif terlihat sangat menyeramkan bahkan saat ia hanya terdiam.

"Masuk, sudah malam. Bisa rumit jiika ada pengurus yang tahu." Titah Alif tepat saat kami sudah berada di depan kamarku.

Aku menatap wajahnya sesaat, dahinya terlihat berkerut dan matanya terlihat fokus mentap setiap titik lorong kamar para santriwati lain.

Memang benar apa yang ia katakan, bisa gawat jika ada pengurus yang melihatku bersama Alif, apalagi tadi saat aku bersama Ozzi. Kemarin saja aku sudah menyaksikan beberapa santri di hukum karena tertangkap basah saat bertemu diam-diam.

"Iya," Jawabku cepat karena aku tak ingin membuat Alif lebih marah lagi. Namun baru melangkah satu langkah, langkah kakiku terhenti.

Sontak aku menatap Alif yang kini juga menatapku, dan secara bergantian aku menatap tanganku yang ternyata masih Alif genggam. Spontan akupun menatap Alif lagi dengan tatapanku yang mengisyaratkan tanda tanya.

"Astaghfirullah hal adzim!" Pekiknya dan langsung melepaskan tangannya dari tanganku.

"Ma—maaf, ta—tadi reflek." Sambunnya cepat dengan suaranya yang terlihat gugup dan tatapan matanya yang sibuk menghindariku.

Akupun hanya mengangguk, toh sejauh aku mengenal Alif memang sedikit mustahil jika ia melakukannya dengan sengaja.

"Ka—kalau gitu saya permisi ya. Assalamualaikum." Tambahnya yang langsung ngacir meninggalkanku begitu saja.

Ceklekk,,,

Sontak aku menolehkan kepalaku bersamaan dengan terbukanya pintu kamarku yang tiba-tiba bahkan disaat sebelum aku membukanya.

"Siapa Na?" Tanya Warda yang hanya terlihat kepalanya saja di antara sela terbukanya pintu itu sembari mengosok-gosok matanya yang terlihat mengantuk. Dan jujur saja aku sedikit terkejut dengan kemunculannya itu.

"Bukan siapa-siapa kok." Jawabku cepat, tentu karena aku juga sudah mengantuk, bisa panjang urusannya jika Warda sampai tahu suara tadi adalah suara Alif. Ia pasti akan sangat bersemangat dan menanyaiku berbagai pertanyaan dan tak akan membiarkanku tidur bahkan sampai besok pagi. Seperti saat Alif mengantarkan selimut dan baju untukku.

"Tapi tadi ada suara kok." Ucapnya tak mempercayaiku.

"Salah denger kali! emangnya mana ada suara laki-laki di area khusus putri malem-malem gini."Timpaku cepat dan berusaha untuk mengajak Warda masuk kembali. Wardapun mengangukkan kepalanya perlahan, berbeda denganku yang kini membulatkan kedua bola mataku lebar.

"Ehh?" Gumamku menyadari sesuatu salah, bagaimana bisa dengan bodohnya dan kesadaran yang penuh aku mengatakan jika tadi adalah suara laki-laki? Benar-benar bodoh yang sudah tak tertolong.

Warda pun menghentikan langkah kakinya lalu menatapku dalam. "Iya juga ya! ini kan area khusus putri, jadi nggak ada laki-laki. Yaudah yuk lanjut tidur!" Sahut Warda yang Alhamdulillahnya tak menyadari perkataanku barusan.

"I—iya yuk!" Ucapku sembari menghela nafas lega.

*****

Aku mengambil sebuah iqra yang Ummi Rifa sodorkan padaku. Hari ini aku akan belajar membaca iqra mulai dari yang paling pertama, karena sebelumnya aku hanya mempelajarinya sekilas dari Warda dan juga Ratna setelah mereka selesai menyetorkan hafalan.

Sebagai tambahan informasi, selama beberapa hari aku menjadi santriwati di sini, aku belum diperkenankan untuk mengikuti hafalan seperti santri lainnya, tentu karna aku belum bisa mengaji. Dan untuk mengajiku sendiri akan di dampingi oleh Ummi Rifa.

Alif (أ)

Huruf hijaiyah yang berbunyi alif atau A ini hanya terdiri dari huruf yang terlihat seperti huruf I dalam alfabet atau bisa juga digambarkan seperti angka satu (1).

"Alif sendiri meupakan huruf pertama atau huruf yang mengawali huruf hijaiyah." Jelas Ummi Rifa.

"Seperti kata sayyidina Ali Bin Abi Thalib, huruf hijaiyah terdiri dari nama-nama Allah SWT. begitupun dengan Alif (Ismullah) yang memiliki arti nama Allah SWT. tiada uhan selainnya, ia selalu hidup, maha mandiri dan maha kuasa." Tambahnya.

Akupun hanya mengangguk-anggukkan kepalaku dan terus menyimak penjelasan Ummi Rifa. Satu hal yang aku ingat ketika melihat huruf hijaiyah ini. Tentu saja Alif, namanya saja sama seperti huruf hijaiyah ini, Alif, lelaki yang kini sibuk dengan beberapa tumpukan buku di hadapannya. Ia terlihat membolak balikkan halaman buku yang ia bawa.

"Mina?" Panggil Ummi Rifa karena tanpa aku sadari aku menatap sosok Alif cukup lama.

"Eh,,, i-iya ummi." Jawabku gagap.

Ummi Rifa pun tersenyum dan menatapku dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.

"Alif!" Panggil Ummi Rifa pada Alif yang masih berada di ruang tamu.

"Iya Ummi." Jawab Alif yang langsung meningalkan kegiatannya dan menghampiri Ummi Rifa.

Aku hanya bisa mentap Ummi Rifa curga, apa yang akan Ummi Rifa lakukan?

"Iya Ummi?" Ucap Alif lagi setelah berada tepat di samping Ummi Rifa.

"Duduk di sini!" Titah Ummi Rifa agar Alif duduk lebih dekat dengannya, lebih tepatnya untuk duduk di depanku.

Dan tentu Alif mematuhi perkataan Umminya.

"Jadi Mina, ini Alif." Ujar Ummi Rifa yang tentu saja membuatku dan Alif merasa bingung.

"Alif. Abi ngasih nama itu ke Alif karena Alif adalah anak pertama Abi dan Ummi. Sama seperti Alif yang ini." Tambah Ummi Rifa.

"Berhubung namanya Alif dan sekarang kamu sedang belajar tentang huruf hijaiyah alif, jadi Alif yang akan mengajari kamu tentang huruf alif dan kelanjutannya." Sambung Ummi Rifa ceria, berbeda denganku dan Alif yang hanya bisa menelengkan kepala karena tak paham apa yang Ummi Rifa maksud.

"Alif yang ngajarin Mina nagji gitu Ummi maksudnya?" Tanya Alif memastikan. Dan dengan cepat ummi Rifa menganggukkan kepalanya.

"Iya, semoga lancar ya! Ummi pergi dulu!" jawab Ummi Rifa yang langsung beranjak dan ngacir meningalkan kami berdua.

Apa-apaan ini? kenapa malah jadi begini? 

Dan apa-apaan pula suasana canggung ini? Apa yang harus aku lakukan?

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang