040

299 24 18
                                    

Dengan penuh tanda tanya di kepalaku aku menghampiri Alif yang kini terlihat menunggu di teras rumah, ku hela nafas beratku sesaat dan kembali melangkahkan kakiku.

"Gus Alif cari saya?" Tanyaku to the point.

Bersamaan dengan itu Alif menghela nafasnya, "Kemarin kan saya udah bilang, kamu nggak harus panggil saya gus, panggil senyamannya aja." ucap Alif tak menghiraukan pertanyannku.

Akupun kembali bertanya, "Gus Alif cari saya? Kalau iya kenapa? dan kalau memang Gus Alif nggak cari saya, saya harus pergi sekarang."

Lagi-lagi ia menghela nafasnya dan menatapku lekat. "Kamu marah?" Tanya Alif singkat, dengan cepat akupun menggelengkan keplaku. "Kenapa harus marah?" Tanyaku ganti, ia pun hanya membalasku dengan senyum tipis di sudut bibirnya.

"Kamu tahu saya akan menikah?" Tanya Alif lirih.

"Emangnya kalau saya tahu Gus mau nikah terus nikahannya bisa batal gitu?" Jawabku acuh, entah mengapa tapi aku benar-benar merasa kesal padanya.

"Toh itu keputusan Gus Alif sendiri kan." LAjutku lagi penuh penekanan.

"Itu bukan keputusan saya." Jawab Alif cepat dan bersamaan dengan itu aku menatap kedua netranya lekat.

"Saya dijodohkan tanpa sepengetahuan saya." Tambahnya lagi terdengar lebih serius dari sebelumnya.

"Bukannya ini cara Gus supaya berita yang kemarin hilang ya?" Tanyaku memastikan.

Alif menundukkan kepalanya, "Jika memang itu kenyataannya, saya akan sangat bahagia, menikah karena kamu yang menjadi alasannya." Jawabnya.

Kami saling terdiam untuk beberapa waktu, sementara Ratna dan Warda sampai saat ini masih menguping pembicaraan kami di balik tembok teras ini.

"Go Mina! Go Mina! Go!" Ucap Warda tanpa suara dengan gerakan tangannya yang memberiku semangat. Entah semangat untuk apa akupun tak tahu.

"Saya tidak punya banyak waktu, jadi saya akan mengatakannya sekarang." Ucapnya yang membuatku kembali memfokuskan perhatianku padanya.

"Izinkan saya untuk mencintai kamu."

Deg

Aku menatapnya ragu, apa aku salah dengar? Ia minta izin untuk apa tadi? mencintaiku?

"Izinkan saya untuk memperjuangkan cinta saya. Beri saya kesempatan untuk memenangkan hati kamu." Tambahnya yang semakin membuatku tak bisa berkata-kata.

Aku kembali terdiam untuk beberapa waktu. Apa aku boleh mempercayainya? Apa jaminan jika ia tak akan menghianatiku seperti Sean, mantan tunanganku dulu?

"Apa mencintai seseorang membutuhkan izin?" Tanyaku ditengah keheningan yang menyelimuti kami.

"Setiap orang memiliki hak untuk mencintai dan memperjuangkan cintanya." Sambungku,

"Tapi, saya tidak layak untuk dicintai, dan saya tidak ingin mencintai." Jawabku sembari mengalihkan pandanganku. Toh dari awal memang tidak boleh ada yang namanya cinta diantara kami, dan aku masih belum siap jika harus menanggung sakit yang sama dua kali.

"Kamu layak untuk di cintai, kamu sangat layak untu itu, dan saya akan berjuang sampai kamu akan mencintai saya dengan senang hati."

Mendengarnya mengatakan hal itu sontak aku tersenyum, bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti itu dengan mudahnya padahal calon mertuanya masih ada di dalam rumahnya.

"Kalau begitu selamat berjuang." Ucapku dengan senyum tipis di sudut bibirku, toh mungkin saat ini ia masih bingung dengan perasaannya, terlebih ia semakin terdesak karena ia akan menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.

Tepat setelah aku mengatakan hal itu Alif meraih tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya, akupun hanya bisa pasrah mengikutinya dengan pandangan yang terus tertuju pada tangan Alif yang kini mengenggam tanganku.

"Alif?" Gumam Abi Umar begitu melihat Alif membawaku masuk dan menemui mereka.

"Sebelumnya saya ingin meminta maaf, tapi saya benar-benar tidak bisa melanjutkan perjodohan ini, saya tidak bisa menikah dengan wanita yang tidak saya cintai," Ucap Alif tiba-tiba, tentu pekataannya itu membuat semua orang merasa tak percaya, termasuk Abi Umar yang saat ini menatap Alif dengan ekspresinya yang terlihat benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja putranya katakan.

"Saya akan menikah dengan wanita yang saya cintai, Mina." Sambungnya lagi dan kali ini aku benar-benar terkejut dengan apa yang diucapkannya pada semua orang.

Apa Alif gila? Siapa juga yang mau menikah? Aku hanya menyetujuinya untuk memperjuangkan cintanya, bukan untuk menikah dengannya.

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang