061

253 22 0
                                    

Aku sudah sangat lelah menahan air mata yang sudah berkumpul di pelupuk mataku. Aku menangis sejadi-jadinya, membiarkan semuanya meluap tanpa memperdulikan siapapun di sini.

"Oma hanya ingin kamu bahagia Alin." Ucap nenekku dengan nadanya yang sangat lembut, dan baru kali ini aku mendengarnya berbicara selembut ini.

Lidahku terasa kelu, aku bahkan tak sanggup untuk mengeluarkan sepatah katapun dari mulutku. Hanya air mata dan isak tangis yang tak dapat ku tahan lagi.

Dan tanpa aba-aba Ummi Rifa menghampiriku, memelukku dalam dekapannya yang terasa begitu hangat dan menenangkan. Ia membelai lembut puncak kepalaku, dan nenek hanya bisa menyaksikan hal ini tanpa bisa melakukan apapun.

Ummi Rifa terus menenangkanku, sementara Alif terlihat ikut menyeka air matanya di sana. Sekarang entah apa yang akan ia pikirkan tentangku.

"Baik, jika itu mau kamu." Ucap nenek yang ku dengar samar-samar.

"Tapi setidaknya pulanglah sebelum kalian menikah." Tambahnya yang jujur saja langsung membuatku menatapnya lekat. Apa maksudnya aku akan tetap menikah dengan Refal?

"Karena sampai kapanpun Oma tetaplah Oma kamu, dan rumah Oma juga rumah kamu." lanjutnya dengan senyum simpul yang sangat jarang ku lihat.

Dengan perlahan namun pasti nenek melangkahkan kakinya mendekati Alif, dan tepat di hadapannya nenek berhenti lalu menatap Alif lekat.

"Mina adalah satu-satunya cucu Oma, jaga dia." Ucap nenek yang sontak membuat jantungku berdebar lebih kencang dari sebelumnya. Apa maksud Oma?

"Buat dia bahagia, jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk membuat air matanya  menetes. karena saat kamu melakukan hal itu, Oma akan mengambilnya kembali bahkan sekalipun kamu bersujud pada Oma untuk tidak membawanya." Tambahnya dengan senyum yang semakin merekah.

"Jadi Oma merestui kami?" Tanya Alif dengan ekspresinya yang masih terlihat kebingungan. Dan di saat itu pula Oma menganggukkan kepalanya.

Deg.

Detak jantungku seakan berhenti untuk sesaat, apa yang baru saja ku lihat benar adanya? Atau aku hanya berhalusinasi?

"Oma?" Ucapku dengan suaraku yang bergetar dengan hebatnya.

Kini giliran Oma berjalan ke arahku. Ia menatapku lekat dengan tatapannya yang terihat berkaca-kaca. Untuk beberapa saat kami hanya saling menatap tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami. Hening.

"Selama ini Oma selalu berprinsip bahwa dengan uang kita bisa bahagia. Dengan uang dunia ini bisa berjalan. Dan dengan prinsip itu Oma hidup sampai sekarang." Ucapnya sembari meraih kedua tanganku dan mengenggamnya lembut.

"Tapi ternyata Oma salah. Karena uang tidak memberikan kita orang yang akan  tulus menyayangi dan mencintai kita."

"Oma bahkan tidak tahu bagaimana rasanya dicintai. Karena yang selama ini Oma tahu hanya cara untuk menghasilkan banyak uang. Uang yang nantinya bisa menghidupi keluarga. Uang yang bisa membeli apapun keinginan keluarga kita. Karena dengan begitu Oma pikir kita semua akan bahagia." Ucap nenek dengan air mata yang menetes dari pelupuk matanya.

"Oma lupa jika kamu juga butuh orang yang menyayangi dan mencintai kamu." tambahnya lagi, dan kali ini air mataku ikut menetes.

nenek terdiam untuk sesaat dan menyeka air matanya. Terbit senyum di wajahnya dengan tatapannya yang hangat, tatapan yang bahkan bisa ku rasakan  sampai ke hatiku.

"Boleh Oma memeluk kamu?" Tanya nenek dengan tatapan penuh harapnya.

Akupun menatap nenek dengan senyum yang mulai mengembang di wajahku. Dan tanpa pikir panjang ku anggukkan kepalaku tanda setuju.

nenek memelukku dengan sangat erat. Dan di saat itulah air mataku menetes. Dalam dekapan nenekku.


*****


"Yahhh,,, rugi dong gue udah cari-cari info tukang jampe-jampe terhebat sejagat raya." Gerutu Warda dengan ekspresinya yang tak dapat menahan rasa bahagianya. 

Akupun hanya tersenyum mengingat apa yang tadi terjadi, rasanya masih tak percaya, tapi aku sangat bahagia.

Tanpa aba-aba Warda merangkulku dari samping. "Jadi kapan tanggal pastinya na?" Tanya Warda terlihat sangat penasaran.

Akupun menggelengkan kepalaku, dan sontak saja Warda melepaskan rangkulannya dan menatapku penuh selidik.

"Jangan bercanda ihh,,,"

"Serius." Jawabku yakin, karena memang benar aku bahkan belum mengetahui kapan tanggal pasti aku dan Alif akan melangsungkan acara pernikahan, namun acara pertunangan akan dilangsungkan dua minggu lagi sesuai dengan permintaan Ummi Rifa, meskipun sebenarnya Ummi Rifa ingin agar pertunangan dilakukan secepatnya.

Namun nenek meminta waktu untuk menyelesaikan urusannya dengan keluarga Refal dan menyiapkan semua keperluan acara pertunangan yang nantinya memang akan dilangsungkan di rumah nenek.

Warda memincingkan matanya menatapku ragu lalu kemudian menghela nafasnya.

"Yang penting sekarang udah dapet restu dulu deh." Ucapnya sembari merebahkan tubuhnya.

Akupun tersenyum. Jujur aku bahkan tidak bisa menyembuyikan kebahagiaanku sekarang. dan aku tidak sabar untuk menunggu dua minggu lagi.

"yahh,, itung-itung nggak jadi keluar dana buat jampe-jampe lah yahh," Celetuk Warda lagi yang sontak membuatku tertawa.

"Udah se nyerah itu ya sampe cari info jampe-jampe." Sahutku yang ikut merebahkan diri di samping Warda. Wardahpun menatapku dengan tatapannya yang sangat dalam.

"Kamu juga berhak dan harus bahagia na. Sama seperti yang lainnya." Ucapnya yang sesaat membuat senyumku memudar, mengingat apa yang selama ini sudah ku lalui.

Akupun kembali tersenyum dan menganggukkan kepalaku. 

Benar, aku memang berhak untuk bahagia. 

Dan akhir ceritaku harus bahagia.


Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang