065

198 14 0
                                    

Beberapa hari ini aku mulai disibukkan dengan beberapa persiapan acara pertunanganku dengan Alif.

Mulai dari beberapa desainer yang datang untuk mengukur tubuhku dan memperlihatkan beberapa desain mereka.

Serta vendor dan beberapa catering yang ikut membuat kepalaku terasa pusing.

Padahal ini hanya acara pertemuan dua keluarga untuk membicarakan tanggal pernikahan, jadi tak memerlukan semua ini.

Namun apa dayaku karena nenek menginginkan agar acara pertunangan ini diselenggarakan dengan mewah. Karena ini adalah pertunanganku, cucunya.

Cukup melelahkan, tapi aku menikmatinya.

Terlebih beberapa jam lagi keluarga Alif akan datang ke rumah ini. Benar, hari ini adalah hari pertunanganku dengannya. Setelah beberapa hari aku tak bertemu dengannya dan sibuk mempersiapkan acara ini.

"Masyaallah cantiknya,," puji MUA setelah memberikan sentuhan akhir di wajahku.

Aku menatapnya, dengan tatapan yang seolah mengatakan apakah pujiannya itu benar adanya.

"Beneran cantik lohh, nggak bohong." Sahutnya paham lalu memusatkan wajahku untuk bercermin pada cermin yang sudah terpampang jelas di hadapanku.

Untuk beberapa saat aku terdiam. Terpaku melihat sosokku yang bahkan sepertinya belum pernah aku lihat sebelumnya.

"Cantik kan? Kayak Barbie hidup." Tambahnya dengan senyumnya yang semakin merekah.

Aku tersenyum lalu menatapnya, tanda aku setuju dengan apa yang ia katakan.

"Emmm,,, sekarang waktunya pilih hijabnya!" Sahutnya lebih antusias daripada diriku.

"Mau pakai yang motif atau yang polos?" Tanyanya cepat setelah membuka paper bag berisikan beberapa hijab yang kemarin baru ku beli.

Jujur saja, aku tidak terlalu bisa memadukan warna pakaian, oleh karena itu aku membeli beberapa hijab sekaligus agar ia bisa membantuku mencocokkannya dengan gamis yang hari ini ku pakai.

Benar, hari ini aku memakai gamis berwarna merah dengan hiasan beberapa mutiara yang melingkar di garis pinggangku. Cukup sederhana namun aku menyukainya.

"Kayaknya cantik kalau pakai yang motif sihh,,, gimana?" Sambungnya setelah beberapa saat berfikir.

Akupun menganggukkan kepala tanda setuju, terlebih gamis yang ku kenakan juga tidak terlalu banyak hiasan, dan motif hijab itu juga cukup simpel.

"Boleh." Jawabku lalu ia segera memakaikan hijab itu padaku. Dengan pujiannya yang membuatku semakin merasa malu.

*****

"Alifff,,,, udah dibawa semua kan? Cincin? Seserahannya juga?" Koreksi Ummi semakin panik.

"Udah Ummi, udah siap semua, seserahannya juga udah ada di dalem mobil." Jawab Abi Umar mewakili.

"Alif aja juga udah siap di dalem mobil tuh." Tambah Abi Umar dengan senyumannya karena ia paham saat ini istrinya sedang panik memikirkan pertunangan putra mereka.

"E—eh? Udah di dalem?" Tanya Ummi sembari menengok ke arah mobil yang akan dikendarai Alif.

"Iya, udah di dalem." Jawab Abi lagi dan kali ini ia merangkul istrinya yang masih terlihat panik.

"Kalau gitu Abi cepetan berangkat sana, hati-hati ya Bi, jangan ngebut ngebut." Ucap Ummi Rifa lalu segera mencium punggung tangan suaminya dan memintanya untuk segera berangkat. Terlebih acaranya akan dimulai 40 menit lagi.

"Ummi," panggil Abi Umar

"Iya?"

"Abi berangkat nih?" Tanya Abi memastikan.

"Iya dong Bi, nanti keburu telat loh."

"Terus Ummi?" Tanya Abi lagi.

"Ummi?" Beo Ummi Rifa masih tak sadar.

"Ummi kenapa?" Tanya Ummi Rifa karena melihat suaminya hanya tersenyum menatapnya.

"Ummi nggak ikut?" Jawab Abi cepat yang sontak saja membuat Ummi Rifa menepuk jidatnya sendiri.

"Ohh iya, Ya Allah, Ummi lupa." Timpa Ummi Rifa dengan senyum di wajahnya yang ia gunakan untuk menutupi sedikit rasa malunya.

"Maklum faktor U ini Bi hehehehe,,," sambung Ummi Rifa yang langsung melenggang meninggalkan suaminya karena merasa malu.

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang