059

311 25 10
                                    

Di ruangan yang didominasi dengan warna putih gold ini aku dan Alif hanya diam membisu menanti respon dari nenek yang saat ini sedang menyeruput secangkir teh yang ada di tangannya.

Setelah berhasil membujuk nenek untuk berbicara dan menemui Alif akhirnya kami bertiga berkumpul di ruang tamu rumah nenek. Dengan sangat yakin Alif menungkapkan niatnya untuk menjadikanku istrinya.

"Akan ada pernikahan di rumah ini." Ucap nenek yang sontak membuatku dan Alif sling menatap seolah tak percaya dengan apa yang baru saja kami dengar.

"Tapi bukan pernikahan kalian." Lanjut nenek dengan tatapannya yang tajam pada Alif.

Alif terdiam menatap nenek penuh tanda tanya, begitupun denganku yang tak paham dengan maksud nenek. Jadi nenek belum merestui kami?

"Lalu?" Tanyaku sedikit tak yakin, aku takut jika nenek akan memberikan jawaban yang sangat aku takutkan.

"Pernikahan Alin dengan Refal." Jawab nenek yang langsung membuat kedua netraku membelalak.

"Apa Oma lupa kalau Alin udah nggak ada?" Sahutku dengan pandanganku yang kabur karena air mata yang kini berkumpul di pelupuk mataku.

"Semenjak papa dan mama nggak ada, saat itu juga Alin ikut lenyap dari dunia ini. Apa Oma lupa?" Tambahku.

"Yang ada di hadapan Oma saat ini bukal lagi Alin. Tapi Mina, Aminah Humairah." Tegasku sesaat sebelum aku beranjak dari dudukku. Mungkin cukup sampai disini peranku sebagai seorang cucu dari seorang nenek yang sudah ku benci semenjak dahulu.


*****


Ku hela nafas beratku dengan kepalaku yang saat ini masih bersandar di bahu Ummi Rifa yang selalu ada untukku. 

"Tapi bagaimanapun juga beliau itu masih nenek kamu nak, kalau nggak ada beliau mungkin saja kamu tidak akan pernah ada di dunia ini, mungkin saja kamu tidak akan bisa menyaksikan keindahan dunia ini."

"Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, dan itu adalah hal yang wajar karena kita semua hanya manusia biasa. Tidak ada yang benar-benar baik di dunia ini, bahkan Ummi pun seperti itu."

"Akan ada orang yang menganggap Ummi jahat dalam sudut pandang mereka meskipun menurut Ummi, Ummi ini sudah melakukan yang terbaik." Sambung Ummi Rifa sembari membelai lembut puncak kepalaku.

"Kalaupun memang nenek kamu benar-benar tidak merestui pernikahan kalian, mungin memang itu yang terbaik untuk masa depan kamu. Karena seorang nenek tidak akan pernah mau melihat cucunya menderita. Dan Ummi pun sadar, jikalaupun nantinya kalian berdua menikah, Alif belum tentu bisa menjamin masa depan yang seperti diharapkan oleh nenek kamu." Tambahnya lai dengan senyum tipis yang sangat menenangkan.

"Tapi Ummi—" 

"Allah maha membolak balikkan hati nak." Ucap Ummi Rifa sembari beranjak dari duduknya.

Saat ini aku hanya bisa menatap Ummi Rifa dengan pandanganku yan kosong, entah apa yang harus ku lakukan agar nenek merestui hubunganku dengan Alif.

Kenapa disaat hatiku sudah mulai yakin justru ada sesuatu yang kembali menghalangi hubunganku dengannya Ya Allah? Apa memang benar kami tidak ditakdirkan untuk bersama?


*****

"Ustadz Farid!" Panggil Wardah yang saat ini berlari mendekati Farid yang  sedang membicarakan sesuatu dengan Alif di serambi masjid yang tak terlalu ramai.

"Mau minta tanda tangan dong!" Pinta Wardah dengan nafasnya yang terengah.

"Tanda tangan? Buat apa?"

"Buat ke KUA!  ya buat keluar pondok dong ustadz! Tugas di kampus bwanyak bingitss, maklum aku kan mahasiswi tauladan, jadi nanti baru bisa balik maleman, sekalian mau cari sugar dady hehehe,,," Jawab Wardah cengengesan. Beberapa hari terakhir hubungan Wardah dan Farid bisa dibilang semakin dekat, lebih tepatnya semakin akrab karena mereka sering keluar bersama untuk mengurus permasalahan Gadis, tentu mereka tak hanya berdua karena ada Ustadzah Luluk yang selalu bersama mereka.

"Astaghfirullah hal adzim Wardah! Bercanda juga ada waktunya! Kamu nggak lihat di sini masih ada Gus Alif yang lagi curhat?" Sahut Farid cepat dengan kedua netranya yang melirik ke arah Alif yang ada di sampinnya.

"Ditolak Mina lagi Gus?" Pekik Warda lengkap dengan netranya yang membelalak dan dengan mulutnya yang menganga.

"Nggak beres nih bocah!" Pekik Warda lagi yang sontak berdiri dan menutup mulut WArda dengan tangannya.

"Jangan ngawur kalau ngomong, banyak orang!" Bisik Farid sembari mengamati keadaan sekitar. Warda hanya terdiam dengan kedua matanya yang membelalak lebar.

Alif mendecak lengkap dengan gelengan kepalanya, "Bu kan mah ram!" Ucapnya  yang sontak membuat Farid melepaskan tangannya dan dengan cepat Wardah memukul lengan Farid yang langsung meringis kesakitan.

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang