020

370 29 50
                                    

Aku menatap makanan yang kini tersaji di hadapanku. Meski belum mengatakan apapun tapi aku tahu apa maksud nenekku saat ini.

"Makan sebelum dingin!" Titah nenek dengan auranya yang sangat mendominasi.

Aku hanya diam dan mendorong piring makanan di hadapanku perlahan. Sudah hampir satu jam nenek terus mengawasiku di kamar ini.

Bahkan rasanya aku tak bisa bernafas dengan bebas sekarang.

"Jadi, kamu tetap tidak mau makan?"

Aku mengalihkan pandanganku dan menatap jendela yang menampilkan rintik hujan di baliknya, isyarat aku benar menolak makanan di hadapanku.

"Besok kamu harus ikut menghadiri rapat pemegang saham perusahaan. Apapun yang terjadi, kamu harus bisa meneruskan usaha keluarga papa kamu! Tidak ada penolakan apapun!" Timpa nenekku terdengar penuh amarah.

Namun dengan sifat keras kepalaku aku bahkan tak menatapnya sama sekali semenjak kembali ke rumahku sendiri.

Benar, ini adalah rumahku, rumah yang selalu membuatku merasa sendiri dan kesepian meskipun ada orang lain di rumah ini.

Meski aku tinggal bersama dengan mama papaku, tapi mereka lebih sering menghabiskan waktu mereka dengan mengurus pekerjaan masing-masing.

Hampa. Mungkin itu yang selama ini ku rasakan, namun aku mulai merasakan kebahagiaan beberapa bulan terakhir semenjak mama memutuskan untuk resign dari pekerjaannya.

Benar, mamaku memilih untuk meninggalkan pekerjaan yang sekaligus menjadi hobinya itu. Pekerjaan sebagai guru musik dan vokal yang terkenal di antara kalangan Chinese.

Papa selalu mendukung apapun keputusan mama. Toh papa ku pun sangat jarang berada di rumah karena pekerjaan adalah yang utama untuknya.

Aku tahu, selama aku hidup, aku tak pernah merasakan kekurangan apapun dalam hal materi. Namun mereka lupa, aku juga membutuhkan kasih sayang. Hal yang selalu aku dambakan.

"Jangan pernah berpikir untuk lari dan kembali ke tempat orang-orang tidak jelas itu! Tetap di sini dan lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan untuk masa depan keluarga ini!" Ujar nenek yang langsung melenggang meninggalkanku.

"Urus dia! Jangan sampai dia mengikuti jejak mamanya yang tak berguna itu!" Titah nenek pada seseorang yang berada di luar kamarku.

Aku menghela nafasku dan beranjak mendekati pintu kaca besar yang menghubungkan kamarku dengan balkon.

Aku menilik lebih jauh, mengira-ngira apa yang akan terjadi seandainya aku melompat dari sini. Aku tak mungkin mati kan jika melompat dari ketinggian ini?

"Nona!" Panggil seseorang dari arah belakangku  yang sontak saja membuatku tertegun.

Dengan cepat aku membalikkan tubuhku dan menatapnya dengan tatapan was-was. Bisa gawat jika ia mengadu pada nenekku.

"Pak Lim?" Gumamku lega begitu mengetahui lelaki di belakangku adalah pak Lim, supir pribadi papaku yang sangat setia, dan dia adalah orang yang paling sering mengajakku berjalan-jalan dan bermain di taman melebihi siapapun.

"Apa nona yakin mau melompat dari ketinggian 3 meter?" Tanya pak Lim seolah ia tahu apa yang saat ini ada di pikiranku.

"Apa yang akan terjadi jika aku memang mau melompat dari sini?" Tanyaku penasaran, aku bahkan sebelumnya tak tahu jika ketinggian dari atas balkon ini adalah 3 meter.

"Setidaknya jika tuhan memberkati nona, nona hanya akan mengalami patah tulang di bagian kaki, tangan, atau leher, atau kemungkinan terburuk yang bisa terjadi adalah kerusakan organ dalam, bahkan kematian." Jawab pak Lim serius.

Aku kembali melihat ke arah bawah balonku, aku hanya ingin kabur dari sini, bukan untuk sekarat di rumah sakit ataupun berakhir di kremasi seperti orang tuaku.

"Pakai ini, lakukan apa yang menurut nona benar, dan semoga nona mendapatkan kebahagiaan nona di luar sana." Sambung pak Lim sembari menyerahkan sebuah kotak padaku.

Tanpa pikir panjang akupun menerimanya. "Apa ini?" Tanyaku lagi.

"Sesuatu yang mungkin bisa membantu nona. Saya permisi lebih dahulu." Ucap pak Lim lalu langsung melenggang.

"15 menit lagi waktunya pergantian para penjaga yang berjaga di depan kamar nona! Pastikan nona keluar dengan cepat dan membawa beberapa perhiasan dan uang yang bisa nona gunakan." Tambah pak Lim tepat saat ia berada di ambang pintu kaca balkonku.

Akupun menganggukkan kepalaku mengerti. Aku akan benar-benar berterimakasih jika aku benar bisa keluar dari rumah ini.

Tepat saat pak Lim sudah keluar dari kamarku, aku segera membuka kotak yang diberikannya.

Terdapat satu set pakaian yang biasanya digunakan oleh para pelayan di rumah ini, dan terdapat satu surat yang terselip.

Tanpa pikir panjang aku segera menganti pakaianku, tak lupa juga dengan masker yang ku gunakan untuk menutupi wajahku dan mengambil tas lalu memasukkan beberapa perhiasan, kartu debit, dan sejumlah uang yang memungkinkan untuk kubawa. Serta sebuah surat dari pak Lim yang belum sempat untuk ku baca.

Aku menatap jam dinding yang terus berdenting. Tepat setelah 15 menit pak Lim meninggalkan kamarku, aku memastikan apakah para penjaga itu sudah pergi ataukah belum.

Dan yaa, sesuai rencana, mereka pergi untuk melakukan pergantian. Di saat inilah aku bergegas mengambil piring makanaku dan melenggang keluar.

Di setiap langkahku terdapat kewaspadaan yang terus menyelimuti. Aku segera menuju dapur dan meletakkan piring ini.

Beberapa pelayan yang tengah melakukan pekerjaan mereka bahkan tak menyadari keberadaanku saat ini. Tentu ini sangat baik untukku.

Dengan cepat aku mengendap-endap keluar melalui pintu belakang. Rasanya benar-benar seperti saat kita menonton film horor, akan selalu ada kejutan yang datang di saat saat yang tak terduga.

"Heii! Kau!" Panggil salah seorang penjaga yang sepertinya baru kembali dari merokok di taman belakang.

"Ya? Kau berbicara padaku?" Tanyaku gugup dengan kepalaku yang tertunduk. Untung saja tadi aku mengurai rambutku, jadi wajahku bisa sedikit tertutup saat ini.

"Tentu! Kau mau ke mana malam-malam begini? Bukankah seharusnya kau melakukan pekerjaanmu di dalam?" Tanya penjaga itu yang tentu saja membuatku semakin gugup, bahkan rasanya mulutku sangat berat untuk bisa terbuka.

"I—itu, aku sudah mendapat izin untuk pulang malam ini karena besok aku akan menikah." Jawabku cepat meskipun aku tak yakin penjaga itu akan percaya pada alasan tak masuk akal yang ku buat di saat mendesak ini.

"Oh, baiklah, selamat untuk pernikahanmu." Ucap penjaga itu sembari menyalamiku.

Akupun tertawa dengan kepalaku yang masih tertunduk.

"Te—terimkasih." Ucapku dan langsung pergi menjauhinya.

"Tunggu!"

Deg

Sontak langkahku pun terhenti, apa dia menyadari jika aku bukan pelayan? Atau?

"Ya?"

"Sudah terlalu larut, apa aku harus mengantarmu sampai ke rumahmu? aku hanya ingin memastikan keselamatanmu, terlebih besok adalah hari yang sangat penting untukmu." Ujar penjaga itu yang tentu saja membuatku bisa bernafas lega.

"Oh, ti—tidak perlu, aku sudah di jemput di depan sana!" Jawabku cepat dan langsung berlari meninggalkannya.

Dengan nafasku yang memburu aku mencoba untuk mencari taksi yang bisa ku berhentikan malam ini, namun usahaku tentu hanya sia-sia.

Dengan terpaksa aku memutuskan untuk berjalan lebih jauh, mungkin aku bisa mendapatkan angkutan umum jika aku berjalan sedikit lebih jauh lagi.

Namun, bahkan setelah aku berjalan lebih dari 30 menit aku belum menemukan taksi ataupun angkutan umum lainnya. Sepertinya takdir benar-benar ingin mengujiku hari ini!

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang