063

500 25 0
                                    

Warda melahap lontong sayur miliknya dengan lahap, sementara aku, Alif, dan juga Farid melahap bubur ayam kami masing-masing.

Ini kali pertama aku makan bersama di taman seperti ini, dan ternyata memang benar, rasanya terasa jauh lebih nikmat daripada biasanya. Meskipun makanan ini dibeli dari pedagang kaki lima.

Ku tatap Warda untuk waktu yang lama. Ia adalah sahabatku, sahabat yang selalu menemaniku, dengan canda tawanya dan bahkan dengan segala ucapannya yang khas.

Entah mengapa aku merasa terharu mengingat kenangan-kenangan kami selama ini, kenangan yang tak akan pernah ku lupakan, meski seharusnya ada satu orang lagi di sini. Ratna. 

Aku merindukannya, entah bagaimana kehidupannya saat ini aku tak mendapat kabar apapun darinya. Mungkin ia sudah hidup dengan bahagia saat ini. Mungkin. Aku akan selalu mendoakan takdir terbaik untuknya, takdir yang bisa membawa bahagia untuknya.

"Uhukkk,,,,uhukkkk,,, AIR! uhukkk,,," Pekik Warda yang sontak saja membuyarkan lamunanku dan segera memberinya segelas air putih yang berada tak jauh dariku.

"Mangkanya makan tuh pelan-pelan!" Sahut Farid terlihat ikut panik. Akupun menatap Warda dengan rasa panik karena melihat wajah Warda yang memerah meskipun ia sudah meneguk satu gelas air itu.

"Grogi ya makan bareng ustadz muda tampan gini?" Tambah Farid sembari membenarkan kopiah nya dengan gayanya yang sok cool.

Mendengar hal itu sontak warda mendelik, menatap Farid dengan tajam. "Hueekkkk,,, muntah gue dengernya! Tampan dari hongkong!" Timpa Warda tanpa pikir panjang.

"Grogi bilang aja kali,,, nggak usah ngeles,,," Sambung Farid lagi dengan senyum jahilnya.

Entah respon apa yang harus ku tunjukkan untuk menanggapi mereka berdua. Aku pun mengalihkan pandanganku pada Alif. Aif yang kini tersenyum melihat kedua manusia yang selalu bertengkar itu, dan entah mengapa melihat senyum Alif aku ikut tersenyum.

"Nanti waktu di nikahanku sama Mina kalian gabung nikah aja gimana?" Tawar Alif tiba-tiba dengan senyumnya yang masih mengembang.

"What?" Pekik Warda sementara Farid hanya melongo mendengar tawaran Alif barusan.

"Warda sama?" Tanya Farid sembari menunjuk ke arah dirinya. Dan Alif pun menganggukkan kepalanya meng iya kan.

"Sampai durian musang king tumbuh di asrama putri juga saya nggak akan mau nikah sama jelmaan sepii ini gus!" Tolak Warda tegas. "Amit-amit!" Tambah Warda lagi sembari mengetuk-ngetuk toples kerupuk yang ada di hadapannya.

"Hehhh Rembooo, siapa juga yang mau nikah sama lo!" Timpa Farid tak terima.

Sontak keduanya saling bersedekap dada dan mengalihkan pandangan masing-masing dengan kompak. Jika dilihat-lihat keduanya memang serasi. Pasti seru jika nanti mereka berdua sampai menikah. Semoga.


*****


Aku menghela nafas beratku. Setelah melalui hari yang berat ini akhirnya aku bisa merebahkan tubuhku dan mengistirahatkan pikiranku sejenak.

Asal kalian tahu saja, setelah kembali dari mencari sarapan pagi tadi aku dan Warda mendapat takziran meskipun sedikit diringankan karena Alif membela kami. Namun mau tidak mau kami tetap melaksanakan hukuman yang kami dapat karena kabur. yahhh, dan kami menikmati hukuman itu, hukuman yang dapat mendekatkankan kami dengan alam.

Yah, apalagi kalau bukan membersihkan seluruh halaman asrama putri dan halaman ndalem. Hitung-hitung gibah sambil menjalankan hukuman hehehe, sekali dayung dua pulau terlewati.

Ku pejamkan mataku sejenak, menghirup aroma yang rasanya sudah lama tak ku hirup. Aroma yang sangat khas. Aroma yang hanya bisa ku hirup di rumah nenekku.

Benar, saat ini aku berada di rumah nenekku, lebih tepatnya di kamar yang dulu sering ku gunakan untuk mengurung diri kala aku merasa kesepian. kamar yang sunyi ini yang selalu menemaniku, memelukku, dan menenangkanku.

Jika aku bisa memutar waktu, aku akan kembali dan memeluk diriku, dan berkata bahwa ada masa depan indah yang menungguku. Semua akan baik-baik saja.


Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang