033

319 24 4
                                    

Ku tatap harum manis (Permen kapas/gula-gula/arbanat) yang di sodorkan Alif padaku, dengan kedua mataku yang sembab aku menerimanya meski rasanya sedikit memalukan. Terlebih saat aku mengingat bagaimana aku memukul dan menangis di hadapannya seperti anak kecil.

Harum manis dengan bentuk bunga ini terlihat menggiurkan namun sedikit disayangkan karena tadi Alif lebih memiih mengalah pada anak kecil tadi dan memberikan Harum manis berbentuk hello kitty pada anak itu, padahal aku dulu yang menunjuk harum manis itu tapi malah anak itu yang mendapatkannya.

Di saat yang bersamaan terbit senyum di wajah Alif, ia menatapku sejenak lalu kembali menundukkan kepalanya dengan senyum yang masih terukir di sana. Entah apa yang sedang ia pikirkan namun aku memberanikan diriku untuk bertanya padanya.

"Kenapa? ada yang lucu ya?" Tanyaku 

Alif pun kembali menatapku, "Hmm? Iya ada yang lucu." Jawab Alif dengan senyum yang telihat semakin cerah.

"Apa yang lucu?" Tanyaku lagi sembari mengamati hijab dan baju yang aku kenakan takut-takut ada yang salah, atau justru ada noda di wajahku? Tanpa pikir panjang akupun mengusap pipiku perlahan.

"Kamu." Jawab Alif yang samar-samar ku dengar.

"Haa?"

"Apa tadi?" Tanyaku lagi memastikan jika aku tak salah dengar.

Aku? lucu?

"Bukan apa-apa." Jawabnya dan langsung melangkahkankan kakinya meninggalkanku.

"Ehhh,, tungguin dong!" Ucapku lantang dan langsung berlari mengejar Alif yang sudah berjalan lumayan jauh.

"Cowok aneh!" Gumamku dalam hati sembari terus mengejar ketertinggalanku.

Dengan nafasku yang terengah akhirnya aku bisa mengejar Alif, akupun mengrenyitkan keningku. "Jalanya lebih pelan dikit ya gus Alif!" Ucapku yang lagi-lagi hanya dibalas dengan senyumannya, namun ya, dengan segera ia menyetarakan langkah kakinya dengan langkah kakiku.

Sering kali aku merasa Alif adalah laki-laki yang sangat aneh, tak banyak bicara dan selalu menjaga pandangannya, mungkin hanya akan ada satu laki-laki seperti Alif di antara seribu laki-laki lain, namun itulah yang membuatnya spesial. Benar, Alif adalah laki-laki spesial.

"Ngelihatnya jangan lama-lama, nanti kebawa mimpi kan serem." Ucap Alif yang sontak saja membuatku mengalikan pandanganku darinya.

"Iya nanti kamu jadi zombi di mimpiku," Timpaku cepat dan segera melahap arum manis milikku dan tentu saja responku itu kembali membuat Alif tersenyum. Entah ada apa dengannya hari ini, yang jelas hari ini aku melihatnya banyak tersenyum, bahkan untuk hal-hal remeh seperti tadi.


*****


Tak terasa kami berada di luar terlau lama, bahkan gerbang pondok pesantren pun sudah di kunci yang artinya saat ini semua penghuni pondok sudah tertidur.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeiling rumah, hembusan angin malam ini terasa lebih dingin daripada kemarin, aku mengusap lenganku beberapa kali.

"Saya ambilin kuncinya sebentar ya." Ucap Alif yang langsung melenggang masuk ke dalam rumahnya sementara aku duduk menunggunya di teras rumah.

Tak butuh waktu lama Alif datang dengan segerombol kunci di tangannya, dan sebuah jaket?

"Ini. malam ini anginnya sangat dingin." ucapnya sembari memberikan jaket itu padaku namun aku menolaknya karena yaa kami bahkan sudah di rumah, dan kamarku pun berada tak terlalu jauh sampai aku membuthkan jaket untuk bisa bertahan melewati hembusan angin untuk bisa sampai di sana.

Dan bukan Alif namanya jika tidak keras kepala, ia memaksaku untuk menerimanya dan segera memakainya, akupun segera memakainya karna sudah malas untuk berdebat.

Setelah aku memakai jaket itu Kami pun bergegas menuju gerbang masuk ke dalam pondok pesantren yang berada tepat di samping belakang rumah alif.

Terasa sangat sepi dan sunyi, sesekali aku mengamati sekitar selagi Alif mencari kuci gerbang itu di tangannya.

"Besok saya ada mengisi acara majlis di kota sebelah." Ucap Alif memecah keheningan, akupun hanya merespon dengan anggukan kepala dan mengsok-gosok telapak tanganku, meskipun aku sudah mrasa lebih hangat namun tetap saja telapak tanganku masih terasa dingin.

"Mungkin sekitar pukul empat sore." Lanjutnya dan akupun kembali menanggukkan kepalaku sebagai tanda jika aku masih mendengarkannya.

"Mungkin,,, besok kamu mau ikut saya?"

Dan yaa lagi-lagi secara otomatis aku menganggukkan kepalaku.

Greeeekkk,,,

"Haahh?" Gumamku begitu tersadar atas apa yang baru saja Alif katakan bersamaan dengan suara pintu gerbang yang terbuka. Dan sepertinya Aif tak mendengar suaraku.

"kalau begitu besok saya tunggu di depan ya." Ucap Alif dengan senyum tipis di sudut bibirnya.

Dengan terpaksa akupun menanggukkan kepalaku lagi meski rasanya sedikit berat, Toh itu bukan sesuatu yang buruk kan?





Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang