019

307 27 48
                                    

"Alin!" Panggil nenek yang langsung beranjak dari duduknya.

Aku hanya bisa terdiam, apa yang harus aku lakukan?
Dan respon seperti apa yang harus aku tunjukkan?

Nenek memelukku, namun aku bahkan tak ingin membalas pelukannya ini, aku hanya diam, diam menatap Ummi Rifa yang saat ini menatapku lekat.

"Kenapa kamu pergi dari rumah? Siapa yang akan mengurus bisnis keluarga Papa kamu Alin?" Cecar nenek terlihat sangat marah padaku sembari melepas pelukannya dan mulai menggenggam tanganku.

Aku terdiam untuk sejenak lalu melepas tangan nenekku yang masih menggengamku erat.

"Alin?" Gumamku yang tentu masih bisa di dengar oleh nenekku.

"Maaf, tapi saya bukan Alin." Tambahku yang semakin membuat nenekku membelalakkan kedua matanya karena tak mengerti maksud dari ucapanku.

"Alin? Kamu kenapa? Dan apa-apaan pakaian kamu ini? Apa mereka yang memaksa kamu memakai pakaian tidak jelas seperti ini?" Sahut Nenek yang baru menyadari pakaian yang saat ini aku kenakan benar-benar berbeda dengan style ku sebelum-sebelumnya.

"Maaf, saya Mina bukan Alin! Dan saya memakai semua ini dengan senang hati tanpa adanya paksaan!" Timpaku tak menghiraukan perkataan nenek, meski apa yang aku katakan tak sepenuhnya benar, terlebih mengenai pakaian yang aku pakai sat ini.

"Alin?"

"Alin sudah tiada empat hari yang lalu." Sambungku penuh penekanan dan kedua manikku yang berkaca-kaca.

Meskipun aku tak menyukai nenekku namun hatiku tetap merasa sakit jika mengingat ketidak hadiran nenekku di pemakaman anaknya sendiri.

Lagipula apa susahnya untuk datang dan ikut berbelasungkawa? Apa karena mamaku juga ikut di kremasi bersama ayah? Kenapa egonya masih sangat tinggi bahkan di saat-saat terakhir anaknya sendiri?

Aku benar-benar membenci dirinya yang seperti itu!

"Apa maksudnya? Jangan main-main sama Oma Alin!" Pekik nenekku yang wajahnya kini terlihat merah padam.

Aku menunduk lalu menyeringai. Jika saja aku bukan anak tunggal mungkin saat ini nenek tak akan mau repot-repot untuk mencariku, terlebih aku bukan anak laki-laki yang bisa meneruskan bisnis keluarganya.

Toh harta adalah yang segalanya untuknya.

"Saya bukan Alin! Tapi Mina. Aminah Humaira, wanita sebatang kara yang tak memiliki keluarga!" Ucapku dengan tatapan tajam pada nenekku yang saat ini mengerutkan dahinya.

"Omong kosong! Sekarang ayo kita pulang!" Pekik nenek yang langsung menarikku keluar tanpa memperdulikan ummi Rifa dan Alif yang masih melihat kami berdebat.

"Lepas! Mina nggak mau pulang!" Teriakku berusaha melepas cengkraman nenekku yang ternyata sangat kuat dari apa yang ku kira.

"Bawa dia ke mobil!" Titah nenek pada dua bodyguard yang mendampinginya.

"Mina!" Teriak Alif terlihat sangat khawatir namun juga tak tahu harus melakukan apa karena ia pun sadar ia bukan siapa-siapaku saat ini.

"Lepas oma!" Teriakku.

"Tidak bisakah kita bicarakan semuanya di dalam terlebih dahulu? Tidak baik memaksa anak-anak seperti ini bu." Ucap ummi Rifa berusaha agar tak terjadi keributan yang berlanjut antara aku dan nenekku.

Namun nenekku adalah orang yang cukup keras, ia tak mungkin mau melepasku begitu saja.

"Jangan ikut campur! Dia cucu saya! Kamu tidak ada hak apapun di antara saya dan cucu saya!" Tegas nenek yang tentu saja membuat Ummi Rifa hanya terdiam menatap nenek dengan pandangannya yang terlihat seakan masih tak percaya dengan apa yang saat ini sedang didengarnya.

"Saya tahu, tapi anda masih berada di kawasan milik saya. Jadi saya berhak untuk ikut campur saat ini meskipun saya bukan keluarga Mina." Sahut ummi Rifa berusaha untuk tetap tenang, terlebih saat ini suaminya sedang tak berada di rumah, jadi sebisa mungkin ia harus mengatasinya dengan baik-baik.

Tanpa aba-aba ke dua bodyguard nenek mencengkram kuat kedua tanganku, bahkan rasanya tanganku tak bisa digerakkan sama sekali saat ini.

Di saat-saat seperti ini aku sangat menyesal mengapa dulu aku tak belajar taekwondo ataupun seni beladiri lain untuk menjaga diriku sendiri.

"Mina! Tolong lepaskan dia, dia itu wanita! Kalian bisa menyakitinya jika terus memaksanya seperti itu!" Teriak Alif berusaha menolongku namun tentu saja ia tak bisa melawan bodyguard nenek yang sudah terlatih untuk pekerjaan seperti ini.

"Lepas! Aku nggak mau ikut kalian!" Teriakku lagi, namun kedua bodyguard itu langsung menarikku dan memasukkanku ke dalam mobil yang digunakan oleh bodyguard nenek dengan paksa, sementara nenek langsung masuk ke dalam mobil pribadinya dan memberi aba-aba untuk segera meninggalkan tempat ini.

Aku terus berteriak dan meminta mereka untuk melepaskanku, namun usahaku sepertinya sia-sia. Sekarang aku hanya bisa pasrah pada apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.

Takdir TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang