#42 Membuka Luka Lama

4 1 0
                                    

*Tafsir Cinta*

*

*

Koridor kantor yang biasanya dipenuhi karyawan yang berdiri siap menyambut, kini tampak sepi. Hanya ada beberapa karyawan yang berlalu lalang, karena ada beberapa pekerjaan. Ya, situasi kembali semula seperti saat sang pemilik perusahaan sedang tinggal jauh. Kegiatan meeting kembali dilaksanakan online dan itu membuat pekerjaan semakin rumit. Harus menyiapkan ruang yang dipenuhi peralatan kamera beserta lampu penerangnya.

Bagas menjadi orang pertama yang paling sibuk, di tengah persiapan meeting yang bersamaan dengan jadwal pertemuan pribadi. Semarah-marah Bagas, Bagas tetaplah seorang asisten yang harus penurut. Walau terkadang, sesekali mengeram bahkan mengumpat hingga tidak tahu tempat. Sepanjang perjalanan menuju ruang rapat, pelik Bagas terdengar seantero kantor. Beberapa orang memahaminya, namun di sisi lain mengasihaninya.

"Ah, pala gua sakit." nyerah Bagas kesal.

Bagas melampiaskan kekesalannya dengan memukul tembok yang ada di depannya, sembari melayangkan pukulan yang diikuti imajinasinya. Seolah yang dihadapannya saat ini adalah seseorang yang sama sekali tidak pernah memberinya nafas lega. Dering telpon tiba-tiba berbunyi, lalu tanpa pikir panjang Bagas mengangkatnya.

"Pak anda tau kan, kita gak boleh menunda-"

"Saya tau, maaf." potong Farhan menyela amukan Bagas.

Permintaan Farhan yang secara tiba-tiba mengejutkan Bagas, bagaimana tidak? Karena biasanya Farhan akan memberi jawaban yang signifikan.

"Em saya-" jeda Bagas menelan ludah karena merasa tidak nyaman.

"Ini bukan masalah besar si, saya bisa atasi ini. Tapi bapak ingat kan jadwal hari ini?" tanya Bagas ragu-ragu.

"Bukannya barusan kamu bilang bisa atasi ini," kata Farhan tidak mengerti.

"Jadi bapak bermaksud ga mau menemuinya langsung?" ulang Bagas memastikan.

"Memangnya kenapa? Apa ada hal yang perlu saya urus sendiri," kata Farhan masih tidak mengerti.

Berbicara berbelit-belit membuat Bagas gusar, hingga menyandarkan tubuhnya ke tembok karena tidak sanggup menopang kaki apa lagi menguatkan diri.

"Pak saya lagi bahas iren, bapak gak lupa kan sama masalah dia." kata Bagas lesu.

"Oh jadi maksud kamu dia," kata Farhan yang baru mengerti.

"Pak, saya mohon selesaikan sekarang. Tolong jangan buat saya terus berurusan sama dia, bapak gak tau kan apa yang dia lakuin ke saya? Dia terus nanya, bahkan setelah saya jawab dia bakal nanya lagi. Saya capek terus dikejar-kejar sama dia kayak orang yang kelilit-"

"Saya akan urus ini segera," potong Farhan yang langsung menutup telpon.

"Utang," sambung Bagas menyelesaikan ucapannya.

Penuh rasa kecewa juga tawa Bagas menurunkan telepon, lalu tertawa kecil entah apa yang lucu.

"Beliau bilang akan menyelesaikan segera," kata Bagas polos.

"Ya, ini akan selesai. Jadi jangan dipikirin lagi," ucap Bagas lega.

Tidak jauh dari tempat Bagas berdiri adalah pintu ruang meeting, Bagas segera melangkah menuju ruangan itu. Saat langkah Bagas berada diujung tembok, sosok wanita yang sedang tertunduk menyambut Bagas tepat di depan pintu ruangan.

"Astagfirullah." nyebut Bagas terkejut.

Wanita itu mengangkat kepalanya, raut wajah penuh penyesalan mengikuti gerakan kepalanya.

Tafsir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang