#50 Menjalani Hidup

9 1 0
                                    

*Tafsir Cinta*

*

*

Sarapan bersama keluarga menjadi momen yang luar biasa, karena bisa berkumpul bersama sebelum melakukan aktivitas masing-masing. Apa lagi saat dua keluarga di satukan, dalam ikatan pernikahan kedua anak mereka. Orang tua manapun akan merasa sangat bahagia, saat melihat kedua anak mereka bersama.

Bintang utama menjadi sebutan mereka, saat perkumpulan diadakan dikediamannya. Kehadiran mereka sedang dinantikan, karena tak kunjung bergabung untuk. Padahal semua menu sudah tersaji, semua orang juga sudah duduk di bangkunya. Namun sang pemilik rumah, malah tidak menampakkan wajahnya.

"Di mana Farhan?" tanya ayah Muhammad.

"Bukannya tadi lagi nonton tv sama Syifa," kata ibu Hanifah.

"Engga, kaka langsung pergi waktu liat ka Atifa lewat," kata Syifa polos.

Kepolosannya memancing tawa ibu Hanifah, tapi di sisi lain merasa senang melihat pasangan muda yang tidak terpisahkan itu. Baginya, mendapat seorang cucu sama seperti dirinya dahulu saat mendapatkan Farhan. Yaitu, butuh perjuangan.

"Mah, coba panggilin mereka," perintah Ayah Malik.

Mama Nayya menuruti perintah suaminya itu, dia lantas bangkit setelah mendapat perintah.

"Jangan, biarin aja mereka lagi berduaan." henti ibu Hanifah.

"Bu," tegur Ayah Muhammad.

"Ini supaya kita segera dapat kabar baik yah," kata ibu Hanifa.

"Kamu juga pengen kan Nay?" tanya ibu Hanifa kepada mamah Naya.

Perasaan mamah Naya sedang campur aduk saat ini, bingung ingin mengikuti keinginannya atau kehendak putrinya. Mama Naya tidak tahu harus berbuat apa, sakit hatinya sungguh terasa.

Mama Naya menarik nafas pelan, "Em, aku juga pengen. Tapi itu kan diluar kehendak kita,"

Ucapan mamah Naya yang sangat tiba-tiba, mengejutkan semua orang. Kecuali Syifa, yang tengah fokus pada makananya. Perkataan mama Naya seolah pasrah, tidak ada rasa semangat sedikit pun. Hal itu memancing kecurigaan ibu Hanifa, karena sebelumnya mereka berdua memiliki keinginan yang sama.

"Kenapa tiba-tiba bilang gitu," heran ibu Hanifa.

"Memang seharusnya begitu," timpal Ayah Muhammad.

"Kenapa kamu ikut-ikutan," kesal ibu Hanifah.

"Kapan mulai sarapannya? Makanan aku aja udh hampir habis," sambar Syifa.

Syifa merasa kecewa, karena kedua orang tua ini selalu saja memikirkan ka Atifa. Dirinya seolah tidak dianggap, bahkan tidak diperhatikan.

"Ayo tambah lagi," kata ayah Malik langsung memberi sepotong roti lagi di piring Syifa.

"Makasih ayah, ayo kita makan," kata Syifa senang.

"Ayo," kata ayah Malik semangat.

Walau mendapat perlawanan, mama Naya sama sekali tidak menyesali ucapannya itu. Dia memilih acuh, walau sedang mendapat tatapan yang membuat hatinya rapuh.

"Ayo sarapan dulu," ajak mama Naya kepada ibu Hanifa.

Ibu Hanifa langsung tidak semangat, namun urusan perut tidak bisa diabaikan. Terlebih lagi riwayat penyakitnya yang tidak bisa membuatnya menahan lapar. Sarapan pagi pun terasa hampa, karena masing-masing sibuk dengan pikiran mereka. Bahkan hingga akhir pun, tidak ada cerita yang dapat diabadikan.

****

Menangis adalah kegiatan yang sangat melelahkan juga menyakitkan. Energi baik seketika terkuras, membuat tubuh terasa lemas. Hanya kamar yang menjadi tempat ternyaman, juga menjadi tempat paling aman. Tatkala rumah sedang di bajak oleh orang tua, yang dapat keluar masuk rumah tanpa perlu meminta ijin. Tidak ada keinginan untuk melanjutkan aktivitas, karena diri merasa tidak bersemangat.

Tafsir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang