#51 Sakit Hati

6 1 0
                                    

*Tafsir Cinta*

*

*

Hari ini ada acara festival bertema keberagaman budaya, para mahasiswa berkumpul di depan halaman kampus. Ada banyak stand berdiri, menyusuri jalan menuju gedung kampus. Para mahasiswa memakai pakaian tradisional yang ada di Indonesia, beserta atribut dan makeup. Bukan hanya pakaian, tapi ada banyak penjual makanan tradisional dijejerkan.

Ini salah satu bentuk upaya mengenalkan keberagaman Indonesia yang mungkin tidak banyak orang tahu. Atifa sendiri tidak ikut andil dalam acara ini, memilih menjadi penikmat yang mau belajar. Sedangkan sahabatnya Vanesha, hal seperti ini justru membuatnya sangat semangat. Hingga dia ikut andil memperkenalkan makanan tradisional dari tempatnya berasal, yaitu Palembang.

Memiliki kampung halangan sangat menyenangkan, karena bisa merasakan budaya pulang kampung. Tapi sedihnya Atifa tidak punya kampung, sebab Atifa besar dan lahir di tempat ini.

"Uuu, pempek. Aku mau ya satu," ucap Atifa antusias, ketika melihat salah satu makanan kesukaannya.

"Permisi Bu, bisa tolong antre," ucap sang penjual ketus, menunjuk antrean panjang di standnya.

Atifa tertawa malu, "aku tau, maksud aku sisain buat aku,"

"Em, kalo gitu geser dulu sana." usirnya kasar.

Sikapnya yang menyebalkan membuat Atifa marah, tapi bagaimanapun dia adalah kawan dekat Atifa. Aturan tetaplah aturan, lalu mengantri adalah salah satu budaya. Atifa bergeser dari posisinya yang tadi mendekati stand Vanesha, kini melipir melihat jajaran stand lainnya. Jujur, ada banyak sekali makanan yang ingin Atifa coba. Namun karena Atifa saat ini seorang diri, jadi Atifa tidak tahu harus mulai dari mana.

Tidak banyak mahasiswa yang Atifa kenal, apalagi akrab dengan mereka. Terkadang, ingin sekali rasanya memulai bersosialisasi. Tapi kepercayaan diri Atifa berkurang, setelah mengingat tentang perlakuan mereka kepada Atifa. Lebih mengerikan mendapat cacian yang mereka lontarkan, ketimbang mendapat tatapan penuh kebencian. Walau dua-duanya sangat mengerikan.

Tidak ada yang lebih baik, selain lebih baik sendiri. Begitu pikir Atifa, masa bodo dengan apa yang mereka pikirkan. Selagi, Atifa tidak merugikan orang lain.

"Atifa," panggil seseorang, membuyarkan lamunan Atifa.

"Jaga stand ini?" kata Atifa, gugup sekaligus terkejut.

"Iya, mau coba?" tawarnya.

"Boleh," kata Atifa sedikit ragu.

Pasalnya, baru kali ini Atifa melihatnya baik. Padahal selama ini, selalu memusuhi Atifa.

"Gimana kabar Gio?" tanya Atifa sedikit penasaran. Sebab, akhir-akhir ini Atifa jarang melihatnya.

"Dia baik-baik aja, bahkan bisa dibilang lebih baik," katanya tampak senang.

"Syukurlah," lega Atifa.

"Nah, sudah jadi." katanya memberi Atifa semangkuk es cendol dawet.

"Terimakasih," kata Atifa, sembari mengambil minuman Atifa.

"Em, sebelumnya. Aku minta Maaf ya," katanya tiba-tiba.

"Maaf kenapa?" tanya Atifa seolah tidak tahu.

"Selama ini aku udah jahat ke kamu," lirihnya penuh penyesalan.

"Ah, gak papa. Kamu udah bantu aku saat pingsan waktu itu, aku bahkan belom berterimakasih. Terimakasih ya," kata Atifa mengingat momen itu.

"Aduh, ngungkit itu malah buat aku semakin bersalah." katanya merasa tidak nyaman.

Atifa lantas memusatkan perhatiannya kepada pria yang dikenal sahabatnya Gio ini, Irpan tampak merasa sangat bersalah karena dulu sering menentang Gio untuk mendekati Atifa. Perbuatannya memang benar, tapi caranya itu salah.

Tafsir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang