#52 Tentang Rindu

6 1 0
                                    

*Selamat membaca*

*

*

Sudah terbiasa sendiri, karena memang hidup sendiri. Terkadang merawat diri sendiri saja sangat kesulitan, bagaimana bisa merawat orang lain? Tapi ini bukan orang lain, ini sahabatnya sendiri. Vanesha tidak tahu harus berbuat apa, karena Atifa juga melarang Vanesha untuk mengabari keluarganya. Sedangkan Vanesha tidak bisa berbuat apa-apa.

Kondisi Atifa cukup memprihatinkan, entah karena apa Atifa terus mengeluarkan isi perutnya. Vanesha sudah mengecak pempek yang Atifa makan, tapi anehnya tidak ada yang aneh, tidak ada tanda-tanda jika makananya sudah basi. Berarti ini bukan dari makanan yang Atifa makan, tapi sepertinya karena kondisi tubuh Atifa yang sedang tidak sehat. Begitu pikir Vanesha.

Syukurlah di rumah Atifa ada banyak obat-obatan yang tersedia, jadi Vanesha memberi Atifa obat berdasarkan keluhan Atifa. Tapi itu saja tidak cukup, jadi Vanesha diam-diam menghubungi seseorang.

"Udah aku bilang kan jangan hubungi keluarga aku," kata Atifa, setelah melihat ada yang datang ke rumahnya.

"Ini kan ka Aidan," kata Vanesha.

"Tapi dia masih keluarga aku," jelas Atifa polos.

"Oh iya," ucap Vanesha baru menyadari.

"Jangan sungkan sama aku, kita kan keluarga." sambar pak Aidan yang datang membawa makanan.

Atifa sedang terbaring di kamarnya, tapi tiba-tiba ada yang datang dan langsung masuk melihat kondisinya. Namun, seseorang itu lantas pergi entah ke mana setelah memberi banyak nasihat kepada Atifa. Dan yang paling di tekankan adalah bahwa beliau kami itu sudah jadi keluarga, jadi tidak perlu sungkan untuk bercerita ataupun meminta tolong.

"Bukannya sungkan, tapi aku gak mau kalo ada yang tau. Nanti kalian malah khawatir," elak Atifa menjelaskan perasaanya.

"Tapi aku udah kabarin Farhan," kata pak Aidan tanpa beban.

"Apa? Kaka udah kabarin–" terkejut Atifa.

"Em, dia pasti lagi dalam perjalanan pulang ke sini," jelas pak Aidan.

"Astaga," lemas Atifa, tapi tangannya masih sanggup memukul Vanesha yang berada di sampingnya.

Yang dipukul hanya bisa terima, karena sadar keputusan yang dia ambil itu salah. Namun manik mata Vanesha tidak hanya diam, tatapan tajam Vanesha dia arahkan kepada orang yang telah menghancurkan keputusannya itu. tatapan tajam Vanesha mematikan gerakan pak Aidan, perlahan pria itu undur diri namun langsung di kejar oleh Vanesha.

Pak Aidan dan Vanesha lantas ke luar kamar, meninggalkan Atifa yang sedang dihantui banyak pikiran. Mungkin Atifa tidak ingin merepotkan banyak orang, tapi siapa yang merasa repot jika orang terdekatnya sedang membutuhkan bantuan. Tindakan pak Aidan juga tidak bisa disalahkan, karena sebenarnya Vanesha juga ingin melakukan itu.

"Sebenernya kamu juga pengen lakuin itu kan?" tanya pak Aidan saat menyadari Vanesha mengejarnya.

"Awalnya gitu," jujur Vanesha.

"Terus kenapa gak lakuin itu dari tadi, itu gak salah. Masalah gak akan selesai kalo kita cuma diem aja." tegas pak Aidan.

"Aku bukannya takut salah, aku cuma gak mau ngecewain Atifa aja." jelas Vanesha.

"Tapi Nes, rindu juga bisa jadi penyakit." kata pak Aidan dan ucapannya sangat benar.

Vanesha tau itu lebih baik dari siapapun, saat rindu yang tidak dapat terobati. Ketika seorang anak merindukan keluarganya yang dahulu pernah utuh, sebelum perceraian memisahkan keluarganya. Rindu yang sangat sakit, bahkan tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya.

Tafsir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang