#47 Arti Senyuman

3 1 0
                                    

*Tafsir Cinta*

*

*

"Kan udah aku bilang, kamu pasti menang." kata Vanesha gembira.

"Aku ini memang selalu beruntung ya," ucap Atifa tidak percaya diri.

"Kenapa si kamu selalu menganggap apa yang terjadi itu karena beruntung, seharusnya kamu lebih percaya diri sama potensi yang kamu punya." tegas Vanesha, tangannya sembari menyenggol bahu Atifa.

Keadaan Atifa yang saat ini sedang lemah, senggolan pelan Vanesha sudah seperti dorongan kasar baginya. Tubuh Atifa terdorong kencang, hingga terpentok tembok dan mengeluarkan bunyi.

"Ma-maaf Atifa," kata Vanesha panik.

Pada situasi seperti ini, biasanya Atifa akan marah lalu menolak bantuan Vanesha. Tapi saat iniAtifa  hanya terdiam dengan raut wajah polos, serta tidak bereaksi apapun. Tubuhnya seolah pasrah jika terluka, juga tidak merasa kesal saat ada yang melukainya. Atifa juga mau menerima bantuan untuk kembali berdiri, juga tangan Atifa tidak melepas genggaman erat dari Vanesha.

"Atifa, kamu gak papa kan?" tanya Vanesha khawatir.

"Kamu sakit ya?" tangan Vanesha menyentuh dahi Atifa.

"Aku gak papa," kata Atifa, tangannya menurunkan tangan Vanesha yang ada di dahinya.

Tanpa berkata apapun lagi, Atifa melanjutkan langkahnya. Kini kondisinya terbalik, sekarang Vanesha yang terdiam dengan raut wajah polos setelah melihat reaksi Atifa yang kalem. Orang yang bersamanya saat ini seperti orang yang tidak dia kenal, baik sifat maupun kelakuannya. Segala kemungkinan langsung terlintas di kepala Vanesha, tentang bagaimana sifat pendiam itu tiba-tiba ada di dalam diri Atifa.

Hal yang tersembunyi memang terkadang menyeramkan, terlebih lagi tidak ada yang tahu apa yang telah terjadi. Vanesha sendiri jarang mendengar Atifa bercerita, karena memang begitulah mereka, tidak saling terbuka. Vanesha lantas berpikir, pantaskah dirinya ini di sebut sebagai seorang sahabat? Sepertinya tidak.

"Vanesha," panggil seseorang.

"Vanesha," hentaknya.

"Ah, saya!" jawab Vanesha terkejut.

"Pak Aidan?" kata Vanesha saat mengetahui Aidan sudah berada di depannya.

"Kamu kenapa bengong di sini?" tanya Aidan penasaran, sebab Aidan melihat Vanesha seperti mematung di tempat.

"E- ini A-ku," kata Vanesha gugup, manik matanya melihat ke sembarang arah.

"Di mana Atifa?" tanya Vanesha, saat menyadari tidak melihat Atifa.

"Bukannya dia lagi di ruangan rektor," kata Aidan.

"Ah iya, ruangan rektor." ulang Vanesha, lalu pergi tanpa pamit.

Virus diam seolah menular, kini Aidan yang terdiam saat melihat tingkat aneh Vanesha. Aidan ingin mengejar, tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Sebab, pikiran Vanesha sepertinya sedang tidak baik. Aidan memilih membiarkan Vanesha pergi, tanpa mengetahui bagaimana kondisinya. Di tambah lagi, dering ponselnya berbunyi.

Jadi, Aidan memilih untuk mengangkat telepon dari seseorang, ketimbang bertanya kabar seseorang.

"Gercep banget," goda Aidan saat menerima telepon.

Aidan lantas mengambil langkah, berjalan sembari mengangkat.

***

Tatapan yang penuh dengan arti dan langsung dimengerti. Tanpa kata, tanpa rasa, hanya dengan tatapan mata semua dapat terbaca. Rasa bangga di lekukan senyuman itu memang ada, tapi kecewa juga terdengar dari bibirnya yang tertutup. Tangan pun gemetar, merasa salah walau sebenarnya tidak salah. Tidak ada yang bisa memaksa, apa lagi perihal hati yang mudah sekali tersakiti.

Tafsir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang