✨ Part 4

4 0 0
                                        

Happy Reading...




Akhirnya doa Jerry terkabul, semua peralatan medis di tubuh Jian satu persatu di cabut, meninggalkan oksigen yang membantu Jian bernafas jika sewaktu-waktu Jian tidak mampu mengambil oksigen.

Tepat Jam 11 Malam Jian Kembali dipindahkan ke ruang inapnya, Jerry juga terlihat begitu lelah hingga tertidur di Sofa. Lusi terlihat tidak tega meninggalkan bocah itu, namun Juna menenangkan Lusi dan menjaga Jerry untuknya.

Jerry pasti shock melihat keadaan sang kakak, tubuhnya sedikit panas, bisa-bisa Jerry demam jika memaksa untuk terjaga.

Juna menyelimuti tubuh bocah itu dan memperbaiki bantalnya, menemani Jerry sampai panas di tubuh Jerry berkurang hingga 1 derajat saja, setidaknya Juna bisa meninggalkan Jerry jika suhu bocah itu tidak sepanas ini.

Waktu berlalu, tanpa sadar Juna pun tertidur di sofa di samping Jerry, hingga panggilan di ponselnya membangunkan Juna jika ada panggilan darurat lain yang mengharuskan Juna meninggalkan bocah itu disana.

"36 derajat," lirih Juna melihat suhu tubuh Jerry yang sudah turun, akhirnya Juna lega sekarang, ia bisa meninggalkan keduanya dengan tenang.

"Dokter Juna?"

Yah, beberapa dari mereka melongo melihat kehadiran Juna, pasalnya Juna telah menyelesaikan program Internship nya tahun lalu dan tidak harus bekerja sampai larut malam lagi.

"ya?" tanya Juna sembari menarik lengan kemejanya.

"Dokter change shift ya? Kan udah ada yang jaga malam?" tanya anak magang disana. Juna tersenyum dan menjawab pertanyaan itu.

"Tadi ada operasi darurat, Dokter Kuncoro ga bisa datang, makanya saya yang gantiin," jelas Juna beralasan,

Memang ada pasien gawat darurat yang harus di operasi namun telah selesai sejak dua jam yang lalu, keberadaannya sekarang bukan hanya untuk pasien itu, namun juga untuk menjaga seseorang yang Juna tunggu senyum manisnya.

01:00 WIB

Akhirnya Jian terbangun dari tidurnya, ia mulai menyesuaikan cahaya yang masuk dalam retina matanya. Jian memperhatikan langit-langit kamarnya sejenak, fikirannya kosong, namun mata itu berhasil terbuka setelah beberapa hari lamanya, hingga suara menakutkan itu kembali terdengar jelas ditelinga Jian.

Jian pun tersadar dengan kondisinya, rasanya masih sama, semua terasa berat dan jantungnya masih terdengar menakutkan. Apa yang harus ia lakukan untuk menghentikan kecemasan ini? Apa semua rangkaian pengobatan rumah sakit tidak mempan lagi untuk penyakitnya.

Oh Tuhan, masih banyak yang harus Jian lakukan, ia tidak akan mengulangi kecerobohan itu lagi. Jian benar-benar akan memperhatikan makanan apa saja yang masuk kedalam tubuhnya.

Dan Jerry, rasanya benar-benar kasihan melihat adiknya yang tertidur dengan menggulung tubuhnya di sofa. Harusnya Jerry menikmati hari liburnya dengan tidur nyenyak di king size miliknya, Namun karna kecerobohan Jian sang adik harus menggulung tubuhnya disana.

Jian harus mempercepat pemulihannya, lalu apa yang harus ia lakukan sekarang?, Jian terus ketakutan, ia merasa cemas dan tidak bisa tidur, terlebih gelapnya malam dan ruangan yang minim cahaya. Jian kesulitan menutup matanya di keheningan malam ini, ia menangis dalam diam, berteriak diantara ketidak berdayaaannya.

Cklek...

Suara pintu terdengar, berselangan dengan itu seseorang dengan jas Dokter mendekat kearahnya dan berdiri disamping tempat tidur Jian. Tangannya mulai mengeluarkan stetoskop dan memeriksa detak jantung Jian.

ARJUNA  [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang