Wanita itu seperti bunga yang layu, tersentuh oleh angin sepoi-sepoi yang membuatnya jatuh. ia dibuang seperti sampah dan diabaikan, hingga tersesat dalam kehampaan.
Namun, sang Arjuna datang di tengah kesendirian dan kehampaan itu, ia dipertemukan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dokter?"
Laki-laki yang dipanggil Dokter itu tersenyum dan mengulurkan tangan.
"Arjuna, kakak bisa panggil aku Juna,"
Kakak? Baiklah, Jian akan memaklumi panggilan itu karna Jerry pasti sudah membocorkan identitasnya pada dokter muda ini.
"Jian."
Jian segera melepas tautan mereka saat selesai memberitahu namanya. Ia lupa, pria dan wanita tidak seharusnya berjabat tangan jika bukan mukhrim bukan. Jian memang tidak menutup aurat seperti seharusnya, tapi ia tau agama lebih dalam dari penampilannya.
"kakak sendiri?" tanya Juna.
"Hmm," Jian berdehem.
Wanita itu memang dingin dengan orang baru, namun jika dirinya sudah kenal dekat, itu akan berbeda lagi.
Keduanya hening sejenak, hingga Jian teringat akan cerita sang adik yang berbicara tentang dokter Juna yang merawatnya dengan sangat baik.
"Terimakasih sudah menjagaku dengan baik,"
Juna menoleh kearah Jian saat wanita itu berucap.
Sementara Jian merutuki dirinya yang terlalu kaku, mengapa dirinya salah tingkah dan terlalu formal saat berucap, mungkin karna ini pertemuan pertamanya dengan Dokter Juna diluar rumah sakit, lagi pula Dokter itu terlihat sangat berbeda tanpa Jas dokter dan kaca mata.
"Ya ... Makasih..... udah jagain aku selama di rumah sakit," ralat Jian.
Juna meneguk minumannya sebelum menjawab ucapan Jian.
"Ooohh..udah kewajiban aku kak jagain pasien,"
Jian menganggukan kepalanya dan memandang kopi di hadapannya, ia tidak tau harus merespon dengan jawaban apalagi, lebih baik dirinya mencari kesibukan lain agar tidak terlihat seperti orang bodoh.
berbicara tentang kopi, Jian suka mencium aroma kopi, ia selalu memesan kopi dan pulang saat kopi itu dingin. Itu sudah kebiasaan, Jian terus melakukannya tanpa sadar, hingga kini hal yang sama pun terjadi, ia pergi setelah kopi itu terasa dingin.
Tinggalah Juna seorang diri memandang kopi yang masih utuh itu, ia baru sadar jika Jian memesan kopi, padahal Juna sudah memperhatikan wanita itu sejak Jian duduk disana.
Sama seperti sebelumnya, Jian lagi-lagi membuatnya penasaran, hingga dokter itu kembali memperhatikan Jian yang kini berjalan ke mobilnya.
Wanita itu terlalu misterius, Dia pintar namun tidak tau arah, dia cantik namun tidak memancarkan aura, dia bernafas namun terlihat tidak hidup.