✨ Part 18

7 0 0
                                    

Happy Reading....







"Jessie Wang?"

Juna lansung memutus panggilan telfonnya, kakinya juga melangkah menuju Lift dan menekan lantai paling atas Gedung rumah sakit.

Juna benar-benar terusik dengan perbuatan Hana, kini ditambah lagi panggilan telfon itu.

Jessie Wang, apa maksudnya menghubungi Juna setelah bertahun-tahun lamanya pergi tanpa memberi kabar.

Tangan Juna mengepal kala mengingat kisah masa lalunya. Ia kecewa, kesungguhan hatinya dianggap seperti angin lalu oleh wanita itu, semua seperti permainan baginya.

"Sabaaaar ..."

Juna menghela nafas pelan dan menenangkan diri, untuk apa juga dirinya emosional seperti ini, ia sudah memilih Jian, wanita yang perilakunya lebih baik dari Jessie, wanita yang lebih baik dalam segala hal dari Jessie, dia yang senyumnya jauh lebih manis dari Jessie.

Bodoh, Juna tertawa untuk sesaat, mengapa dirinya bisa melupakan wanita itu karna masa lalunya yang konyol.

Juna tidak akan berpaling lagi pada masa lalunya, masa depannya jauh lebih cerah jika dirinya focus pada satu wanita bernama Zhou Jian.


"Ji..."

Jian menoleh kearah pintu dan melihat Yuki disana.

"Lah kok disini? Lo udah dipingit bukan?" tanya Jian bingung.

"Gue mampir bentar."

Yuki masuk kedalam ruangan Jian dan duduk di sofa.

"Capek banget gue ngurus ini itu," omel Yuki.

Ia mulai menguap dan meluruskan kakinya di sofa. Seketika ia menangkap wajah Jian yang tidak semangat seperti biasa.

"Kenapa murung lagi? " tanya Yuki.

"Huh? Ga, agak capek aja," Jian beralasan.

"O iya, lo perginya sama Juna kan? Tangkap bunga gue ya," pinta Yuki bersemangat.

"Apaan sih, pulang sana!"

Yuki pun beranjak dari duduknya dan mendekat kearah Jian.

"Si Juna udah pengen cepet-cepet tuh."

Jian melayangkan tatapan sinisnya dan mendorong Yuki lalu menutup pintu ruangan dengan paksa, isyarat mengusir Yuki agar menjauh darinya.

Jian sempat tersenyum walau sesaat, mendengar nama Juna saja sudah membuatnya begitu Bahagia. Namun balik lagi pada wanita yang tadi menghampirinya. Jian mengaku kalah, Jian tidak sebanding dengan wanita itu, keduanya tidak bisa dibandingkan dalam hal apapun.

Terlebih Jian penyakitan, Jian sangat lemah dibandingkan Hana, Jian sangat sensitive dan juga tidak mempesona.

Langkahnya mulai menjauh dari pintu, mengambil tas miliknya dan keluar dari ruangan itu. Jian memutuskan untuk mengunjungi tempat dirinya biasa berdonasi, ia tidak ingin berlarut memikirkan Hana yang tadi datang menemuinya, Jian tidak ingin terjerumus dalam seonggok kata yang disebut 'Depresi' lagi.

Ada sebuah panti asuhan yang menjadi Pelabuhan Jian saat sedang merasa terpuruk, bersama anak-anak dan penjaga disana membuat Jian merasa lebih bersemangat.

ARJUNA  [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang