Wanita itu seperti bunga yang layu, tersentuh oleh angin sepoi-sepoi yang membuatnya jatuh. ia dibuang seperti sampah dan diabaikan, hingga tersesat dalam kehampaan.
Namun, sang Arjuna datang di tengah kesendirian dan kehampaan itu, ia dipertemukan...
Juna mengeser kursinya dan berdiri "Juna udah lupain Jessie ma, dan Juna juga udah punya pacar," tegas Juna lagi penuh penekanan.
Sang ibu pun merasa lebih tertantang dan berdiri dari kursinya.
"Kalau gitu bawa pacar kamu kesini, Jangan sembarang milih perempuan, liat bibit bebet bobotnya dulu..."
"Ma... " potong sang ayah.
"Papa kan yang mau Juna nikah muda, sekarang jangan salahkan mama kalo mama juga pengen liat calon mantu mama," tegas sang ibu.
"Oke... nanti Juna bakal bawa dia kesini." Juna menerima tantangan sang ibu.
"Tapi ingat, kalo mama ga suka dia sama keluarganya. Kamu harus nikah sama Jessie."
Juna tidak peduli, ia benci mendengar nama Jessie, maka dari itulah dirinya memilih untuk pergi meninggalkan rumah.
Yah, dulu Juna memang menyukai Jessie, menyayangi wanita itu lebih dari dirinya sendiri. Namun apa yang Jessie lakukan? Ia pergi meninggalkan Juna begitu saja setelah Juna mengikuti semua permintaannya. Bahkan Juna harus masuk rumah sakit gara-gara mengejar wanita itu ke bandara.
Yang tertinggal kini hanya rasa sakit dan kecewa, wanita itu telah membuat Juna jatuh kadalam lubang yang sangat dalam. Hingga dirinya kehilangan senyum untuk beberapa saat.
Walau kini Juna sudah kembali mendapatkan senyumnya setelah seorang wanita datang dalam hidupnya. Jian, ia telah membuat senyum Juna kembali. Ia juga telah membuat hati yang mati itu hidup kembali. Hidupnya lebih berwarna setelah wanita itu datang.
"Juna...."
Dan kini dirinya berdiri disamping Juna, benarkah? Benarkah orang yang berdiri di hadapan Juna sekarang adalah Zhou Jian yang selama ini telah menggetarkan hatinya?
"Kamu ngapain disini? Ga mau bunuh diri kan?"
Juna tersenyum mendengar pertanyaan Jian, apakah dirinya terlihat seputus asa itu hingga Jian berfikir dirinya bunuh diri.
"Ngapain aku bunuh diri, nanti ga bisa liat kakak," goda Juna.
"Masih sempat-sempatnya ya, itu kamu udah diluar pagar masih aja gombal, ga takut mati?"
Mati? Juna pun memperhatikan sekitarnya. Astaga? Apa dia benar-benar sudah gila, ia sudah berdiri diluar pagar pembatas tebing, bahkan ia duduk dengan menjulurkan kakinya pada dasar Jurang yang tidak tau entah dimana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.