Mark mengedipkan matanya berulang kali, saat merasa manik obsidiannya tak mampu menangkap pemandangan apapun akibat kabut tebal yang menyelimutinya. Bahkan gara-gara itu, Ia hanya bisa terus terdiam di posisinya, sembari memikirkan segala kemungkinan yang menyebabkan dirinya malah terbangun di tempat asing seperti ini.
Serius.
Masih membekas begitu jelas di sel kelabu otak Mark, tentang peristiwa penyerangan dari pasukan Atlantis di bangsal Fraksi Xander, yangmana berhasil melukai bahunya penuh kucuran darah, hingga membuatnya pingsan di hadapan Chenle pada akhirnya.
Dengan alasan semacam itu.
Tentunya Mark sangat tak memahami situasi yang sedang ia hadapi saat ini, terlebih dalam kondisi bahunya yang tampak baik-baik saja.
Kecuali...
Mark... sedang terjebak pada alam mimpinya.
"..."
Ah.
Apa ini... benar-benar mimpi?
Jika iya, maka Mark justru mengalami dilema hebat, antara merasa senang karena untuk pertama kalinya ia memimpikan hal lain, atau merasa sebaliknya karena memimpikan hal yang benar-benar absurd seperti ini.
Sungguh.
Bisakah sekali saja Mark memiliki mimpi yang normal?
"Kita terlalu membuang-buang waktu."
Mark tersentak seketika, usai mendengar sebuah suara memecah keheningan yang ada, dengan kabut di sekelilingnya yang mulai menghilang secara perlahan. Karenanya, manik obsidian Mark kini mampu menangkap begitu jelas, butir-butir salju yang berjatuhan menerpa tubuhnya dengan lembut, seiring dengan kehadiran sesosok siluet tak terdeskripkan yang semakin mendekat ke arahnya.
"Si-Siapa?"
Bersamaan dengan ucapan terbata-bata penuh tanya dari Mark, sesosok siluet tersebut tampak muncul begitu jelas di hadapannya, hingga berhasil membuat manik obsidiannya melebar sempurna, saking terkejutnya dengan jati diri dari sosok yang sempat berbicara padanya itu.
Sungguh.
Apa sosok yang ada di depannya saat ini... benar-benar perwujudan dari seekor Ounce*?
Tapi... kenapa?
"Sudah terlalu lama 'dia' berjuang sendirian."
Tak ada hal yang lebih mengejutkan bagi Mark saat ini, selain mendapati Ounce tersebut benar-benar baru saja berbicara dengan bahasa manusia kepadanya, bahkan semakin mendekatinya tanpa sirat keraguan sama sekali.
"A-Apa maksudmu?!"
Meski nada sedikit ketakutan turut meluncur pada perkataannya, namun kewaspadaan yang lebih mendominasi perasaan Mark saat ini, tentunya mampu membuatnya melangkah mundur, demi kembali menciptakan jarak antara dirinya dan sosok Ounce tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Fanfiction"Kau... punya seribu alasan untuk meninggalkanku. Kenapa tetap bertahan?" "Tentu saja karena aku juga punya seribu alasan untuk tetap berada di sisimu. Kenapa aku harus meninggalkanmu?" *** Sebagai Pangeran Atlantis, Haechan sadar bila takdir sama s...