Kilas LXXV: "Sebuah Persona"

281 40 27
                                    

"Kita?"

Saking terusiknya dengan ucapan Haechan barusan, Chenle bahkan sampai melirik secara terang-terangan ke arah Haechan dengan kernyitan di kening.

"Kenapa kita?" ucap Chenle lagi. "Aku tidak merasa pernah setuju untuk bekerja sama dengan kalian?" lanjutnya memprotes. "Lagipula itu sama saja dengan aku yang mengkhianati kerajaanku sendiri."

"Kau bahkan sudah menceritakan semua hal yang kau ketahui tentang Fraksi Soule pada kami, Atlantis, musuhmu," celetuk Jeno kembali menyindir. "Kalau itu bukan tindakan pengkhianat, lalu apa?"

"Kau!" seru Chenle seketika dengan amarahnya yang kembali terpancing. "Sudah kubilang ini balas budi karena kau sudah menyelamatkan Senior Jae—"

Chenle tidak sanggup melanjutkan perkataannya lagi, usai mendapati pergerakan dari Haechan yang secara tiba-tiba beranjak untuk menghampirinya, hanya untuk... melepas lingkaran orichalcum yang menahan seluruh energi spiritual dan kekuatan supernaturalnya.

"Ka-Kau—"

"Pangeran Chenle."

Tak hanya itu.

Chenle tersentak ketika secara mendadak Haechan meraih tangannya, lalu menuntunnya untuk memegang sebilah pedang milik Haechan yang sempat tersemat di pinggangnya.

"Aku bersungguh-sungguh ingin bekerja sama denganmu untuk memecahkan seluruh kejanggalan ini. Demi perdamaian antara Atlantis dan Lemuria."

Setelahnya, Chenle sama sekali tak mampu menyembunyikan reaksi syoknya, usai mendapati Haechan benar-benar berlutut di hadapannya; tanda dari seorang kesatria sejati yang hendak mengucap sumpah seumur hidup.

"Dan jika suatu ketika aku berkhianat," ucap Haechan seraya mengarahkan bilah pedang di genggaman Chenle tepat di lehernya sendiri. "Kau bisa mengambil nyawaku saat itu juga. Aku tidak akan lari."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

Mendapati sirat keteguhan dan tekad yang masih saja terlukis di wajah Haechan, bahkan setelah keheningan menyelimuti mereka begitu lamanya, Chenle semakin tertegun.

"Kau..." ucap Chenle pada akhirnya.

"..."

"...bagaimana bisa berucap sumpah kesatria semudah itu di hadapan orang asing?"

Seketika senyum lembut tampak menghiasi bibir ranum Haechan, diiringi manik hazelnya yang membias teduh saat menatap Chenle begitu dalam.

"Kau bukan orang asing bagiku."

DEG!

DEG!

DEG!

Entah mengapa jantung Chenle berdetak hebat usai mendengar ucapan Haechan barusan.

Seperti...

...ada perasaan rindu yang tertanam kuat pada setiap kata-katanya?

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

Meski demikian, Chenle yang setelahnya berpikir bila Haechan mengatakan hal semacam itu, mungkin saja karena mereka berdua sudah berdiskusi panjang-lebar sebelumnya. Sehingga Haechan sudah menganggapnya teman yang akrab. Maka pada akhirnya Chenle pun memberi keputusan.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang