Betapa Mark tahu bila hal ini tak mungkin terelakan. Tapi Mark benar-benar tak menyangka Haechan akan membahas tentang penyamarannya sendiri secepat itu.
Meski pertanyaan tersebut sebatas menanyakan sejak kapan tepatnya Mark mengetahui penyamaran Haechan.
Tapi, sungguh.
Bagi Mark, pembahasan tentang masalah ini tidak sesederhana itu.
Sebab, sungguh.
Ini bukan sekadar tentang Mark, yang balas membohongi Haechan dengan berpura-pura tidak mengetahui penyamarannya.
Ini bukan sekadar tentang Mark yang cemas Haechan akan marah padanya, karena melakukan semua itu selama tiga tahun penuh.
Ini bukan sekadar tentang Mark yang khawatir Haechan akan membencinya, lantaran kebohongan itu menimbulkan kesan begitu kuat tentang Mark yang seolah-olah sengaja mempermainkan Haechan sejak lama.
Lebih dari itu.
Lebih dari segala reaksi Haechan yang mungkin saja pecah begitu hebatnya setelah mendengar jawabannya.
Mark justru ketakutan.
Mark sangat takut, lantaran tidak mengerti mengapa semesta masih saja berhasil menuntun dirinya untuk membicarakan perihal ini, melalui sebuah tanya yang terlontar dari bibir Haechan seperti barusan.
Sungguh.
Sejak kapan Mark mengetahui penyamaran Haechan?
Apabila Mark menjawabnya secara jujur sejak tiga tahun yang lalu, apakah pembahasan tentang penyamaran Haechan akan berhenti sampai di situ?
Di saat Mark benar-benar tidak ingin membicarakannya, karena hal itu sangat berhubungan dengan apa yang menjadi ketakutan terdalam di hatinya, yang berusaha mati-matian ia pendam selama ini?
Sungguh.
Tidak bisa kah Mark memilih terus-menurus bungkam tentang hal ini?
"Mark?"
Seakan permohonan Mark ditolak mentah-mentah oleh alam semesta. Suara Haechan kembali terdengar memanggil namanya, disertai rangkaian kalimat tanya lain yang terlontar setelahnya.
"Kenapa diam saja?" tanya Haechan seraya mengernyitkan keningnya. "Aku sedang bertanya padamu."
"..."
Mark tetap bungkam.
Dan anehnya, keterbungkaman Mark itu kini disertai ekspresi wajahnya yang terlihat tidak nyaman. Hingga berhasil membuat Haechan yang telah menunggu-nunggu balasan dari Mark mengernyitkan kening keheranan.
Betapa tidak?
Baru disadari Haechan, di tengah keterbungkaman Mark di hadapannya saat ini, tersirat ekspresi ketakutan yang begitu hebat di wajahnya.
Akan tetapi, kenapa?
Ini tidak seperti Haechan berniat membantai Mark saat itu juga. Jadi untuk apa Mark setakut itu?
Atau jangan-jangan... Mark takut menjawab pertanyaannya secara jujur untuk alasan tertentu. Sehingga sahabatnya itu sedang mempersiapkan jawaban palsu untuk membohonginya?
Jika memang seperti itu kenyataannya, maka Haechan tidak akan membiarkannya begitu saja. Terbukti dari dirinya yang segera mengatakan.
"Mark, jika kau masih saja diam karena tidak mau menjawab pertanyaanku secara jujur. Aku tidak bisa berjanji lagi untuk bertemu denganmu setiap ming—"
"Tidak! Hyuckie! Tidak! Ini tidak seperti aku ingin membohongimu!" balas Mark dengan panik seketika.
"Lalu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Fanfiction"Kau... punya seribu alasan untuk meninggalkanku. Kenapa tetap bertahan?" "Tentu saja karena aku juga punya seribu alasan untuk tetap berada di sisimu. Kenapa aku harus meninggalkanmu?" *** Sebagai Pangeran Atlantis, Haechan sadar bila takdir sama s...