"Karena sahabatku itu... adalah segalanya bagiku."
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
Lagi-lagi keheningan yang tercipta di antara mereka adalah karena ketertegunan Haechan, yang tidak menyangka bila Mark juga akan memiliki rasa yang sama dengannya; saling menganggap bila keberadaan satu sama lain merupakan segalanya bagi mereka.
Gara-gara itu, Haechan sama sekali tidak bisa mengendaikan kondisi jantungnya yang mulai bergermuruh begitu hebatnya. Apalagi setelah menyaksikan betapa Mark terus saja menatapnya dengan teduh penuh pancaran sayang yang mampu Haechan rasakan di sekujur tubuhnya. Hingga membuatnya hanya bisa menelan ludahnya sendiri dalam diam begitu gugup, dengan kepala yang seketika menunduk demi menyembunyikan rona merah yang telah menghiasi wajahnya.
Sungguh reaksi amat menggemaskan dari Haechan yang memang sudah Mark harapkan sejak awal. Sampai membuatnya yang tidak rela, bila dirinya tak mampu lebih lama menyaksikan wajah tersipu Haechan pun, berinisiatif untuk menggerakan jemarinya yang masih singgah di helaian surai bergelombang madu miliknya agar segera menangkup sisi wajah sahabatnya itu, lalu menengadahkannya secara perlahan hingga kembali bertatapan dengannya.
"Wajahmu... memerah," bisik Mark dengan senyum kecil di bibirnya. "Kenapa...?"
Kenapa?
Antara Mark memang tidak sepeka itu jika perbuatannya barusan berhasil membuat Haechan begitu kalang kabut. Atau memang Mark sendiri sangat sengaja ingin membuat Haechan semakin jatuh pada pesonanya, dengan manik obsidiannya yang kembali memaku manik hazel sang sahabat begitu lembut.
"I-Itu..."
Haechan sendiri, yang masih sekuat tenaga mengendalikan diri agar tidak bertingkah memalukan di hadapan Mark, berbekal manik hazelnya yang berusaha menghindar dari tatapan Mark pun lantas berkata.
"Su-Suasananya... sedikit panas?"
"Oh? Suasananya?" balas Mark dengan senyum geli di bibirnya, lantaran dirinya tahu jika Haechan terlampau malu untuk mengatakan hal yang ia rasakan secara jujur kepadanya. "Suasana yang seper—"
"Ma-Maksudku kamarnya! Ka-Kamarmu!" ucap Haechan cepat, sebelum kegugupan semakin mengambil alih kewarasannya. "Su-Suasana di kamarmu se-sedikit panas," lanjutnya seraya menggigit bibir bawahnya penuh salah tingkah, karena merasa alasannya sedikit tidak masuk akal dan terkesan tiba-tiba. "Mu-Mungkin kalau jendela ka-kamarmu sedikit dibuka, suasananya akan me-menjadi lebih sejuk?"
"Baiklah."
Mark yang lagi-lagi nyaris kehilangan akal sehatnya untuk mencium Haechan, ketika mendapati sahabatnya itu tampak menggigit bibir bawahnya sendiri pun, bergegas menyetujui permintaannya. Di mulai dari jemarinya yang tak lagi menangkup sisi wajah Haechan, karena ia gunakan untuk segera membuka sedikit jendela kabin kamarnya dengan kemampuan Mu Telekinesis miliknya.
Bersamaan dengan dinding kabin kamar Mark di hadapannya yang tak lagi menjadi transparan, hingga pemandangan lautan malam yang ada pun turut menghilang. Di saat itulah Haechan yang untungnya masih ingat bila dirinya tidak sedang menyamar menjadi Donghyuck pun seketika mengerjap-ngerjapkan matanya penuh takjub.
"Wow," ucap Haechan di tengah kepura-puraannya terkejut pada kemampuan Mark untuk pertama kalinya. "Benar-benar Lemurian."
Mark sendiri, yang lagi-lagi terlampau gemas dengan akting Haechan yang masih saja bersikap seperti orang asing di hadapannya pun, hanya menanggapi dengan kekehan geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Fanfiction"Kau... punya seribu alasan untuk meninggalkanku. Kenapa tetap bertahan?" "Tentu saja karena aku juga punya seribu alasan untuk tetap berada di sisimu. Kenapa aku harus meninggalkanmu?" *** Sebagai Pangeran Atlantis, Haechan sadar bila takdir sama s...