Kilas LXV: "Sebuah Ciuman"

379 41 3
                                    

Ada berjuta rangkaian tanya yang sebenarnya terajut rapi dalam benak Mark, meski pada akhirnya segalanya tak mampu terucap di bibirnya.

"Dibandingkan semua itu... aku hanya ingin menulis takdirku sendiri kali ini."

Itu merupakan perkataan Haechan beberapa menit lalu, yang menjadi pemicu Mark terus tertegun dalam keterdiamannya. Meski langkahnya sama sekali tak terlihat melambat sedikit pun, ketika dengan wajah keceriaan bercampur panik secara mendadak, Haechan kembali menarik lembut genggaman tangan mereka menuju ke sebuah stan penjual lentera yang lumayan ramai.

Namun satu hal yang pasti.

Bahwa bayangan dari senyum manis Haechan usai mengucapkan kalimat tersebut, sama sekali tidak mampu menyembunyikan pancaran luka sangat mendalam yang terbias di retina matanya, yang sempat Mark lihat dalam sepersekian detik.

Sepersekian detik saja sangat cukup.

Cukup sekali untuk membuat Mark sadar, bila kehidupan apapun yang dijalani Haechan di balik penyamarannya sebagai Donghyuck itu, tampaknya tak seindah gelarnya sebagai Pangeran dari sebuah Kerajaan.

Tapi... apa?

Bagaimana bisa?

Dan mengapa... Mark merasa sama sekali tidak asing dengan semua ini?

"Astaga! Nyaris saja!"

Seruan penuh rasa lega yang terdengar dari bibir Haechan setelahnya, tak pelak berhasil menyeret Mark kembali dari kubangan pemikirannya yang dalam. Sekaligus membuat perhatiannya kembali terpusat sepenuhnya pada Haechan, usai menjadi patung hidup lumayan lama di sudut stan lentera.

"Beruntung kita ke sini lebih cepat! Ini lentera terakhir yang berhasil aku beli!"

Berbekal senyum tanda kepuasan di bibirnya, Haechan segera menunjukan lentera cantik di tangannya dengan riang tepat di depan wajah Mark.

Berbekal senyum tanda kepuasan di bibirnya, Haechan segera menunjukan lentera cantik di tangannya dengan riang tepat di depan wajah Mark

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Antara perkataan Haechan semula yang menyatakan bila lentera berbentuk bunga lotus itu memang sangat laku. Atau keberhasilan mereka dalam membeli lentera terakhir yang dijual di stan tersebut merupakan sebatas keberuntungan acak. Yang jelas reaksi Mark yang hanya memandangi lentera lotus dengan bibir yang masih tertutup rapat tersebut, sangat disadari oleh Haechan hingga senyum bahagianya melebur dalam panggilan tanya.

"Mark?"

"Ah?"

Agaknya terlampau lambat bagi Mark untuk terfokus, hingga kepanikan hebat sontak menerjang jantungnya, bertepatan dengan bayang Haechan yang tampak sedih itu terpantul jelas di manik obsidiannya, khas dengan belahan bibirnya yang ia gigit sendiri terkesan kalut.

"Maaf, aku... kau..." ucap Haechan dengan susah payah. "...ramalan itu... te-ternyata kau benar-benar—"

Tak butuh waktu lama bagi Mark untuk memahami susunan kosa kata Haechan yang lumayan kacau tersebut, diiringi refleks dari seluruh jemarinya yang langsung menangkup sisi wajah Haechan secara utuh. Sebab rasa bersalah yang terpatri sangat jelas di wajah Haechan saat ini, adalah salah satu hal yang paling tidak ingin Mark lihat dari sosok sang sahabat.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang