"Dari semua yang sudah terjadi... sebenarnya ada satu hal yang sangat mengusikku."
"Apa?"
Sembari menikmati belaian lembut di sisi wajahnya, Mark sempat terdiam lumayan lama sebelum pada akhirnya berkata.
"Apa... menurutmu aku salah... karena menginginkan kedamaian tanpa harus mengorbankan satupun nyawa?"
"..."
"Kau tahu? Maksudku..."
"..."
"Aku mengerti jika situasi kami saat ini sedang berperang, apalagi lawannya Atlantis."
"..."
"Tapi tetap saja, Hyuckie..."
"..."
"Apa benar-benar tidak ada cara lain untuk menghentikan semua ini?"
"..."
"Atau aku memang senaif itu karena menginginkan kehidupan tanpa pertumpahan darah?"
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
Dalam penyamarannya sebagai Donghyuck, untuk kesekian kalinya Haechan terjebak pada ketertegunan yang membuatnya tak langsung membalas perkataan Mark.
Bukan tanpa alasan.
Sebab, Haechan hanya tidak menyangka. Bila dari semua hal yang dialami oleh Mark selama semingguan ini, justru perkataan dari Jaemin El Xander lah yang mampu mengusik benak sang sahabat hingga terlihat sangat kalut seperti sekarang.
Haechan memang tahu, bahkan sejak awal. Jika Mark merupakan salah satu pihak yang begitu tersiksa akan perselisihan dan peperangan seperti ini, oleh karena takdir semesta yang memilihnya untuk memiliki kelembutan hati, yang membuatnya menjadi sosok penyayang sesama dan tidak tega melukai orang lain.
Akan tetapi, Haechan juga tak sepenuhnya menyalahkan sudut pandang Jaemin.
Sebab, bagaimana pun...
"Mark."
Kali ini Haechan sengaja menangkup sisi wajah Mark dengan kedua tangannya, agar manik obsidian sang sahabat yang tengah membiaskan kesenduan itu, mampu menatap pada manik hazel miliknya yang tertutupi retina auburn.
"Menurutmu kenapa Tuan Xander mengatakan hal semacam itu padamu?" lanjut Haechan.
Mark sempat terdiam beberapa detik sebelum akhirnya berkata.
"Karena kenaifanku bisa membahayakan nyawa rakyat Lemuria?"
Sembari menggelengkan kepala pelan, Haechan lantas menyubit pipi Mark dengan ringan.
"Kurang tepat," balas Haechan setelahnya.
"Huh?" ucap Mark sambil menggenggam jemari Haechan yang masih terlayang di wajahnya. "Lalu?"
"Ada kalanya..." balas Haechan sambil mengelus pelan bekas cubitannya pada pipi Mark. "...mengutamakan orang lain dibandingkan dirimu sendiri itu, jika dilakukan secara berlebihan juga bukan hal yang tepat."
"..."
"Ini bukan masalah kau tidak ingin melukai orang lain atau bukan, tentu saja bukan, bukan seperti itu."
"..."
"Tapi Mark, pernahkah kau membayangkan. Akan seperti apa jadinya jika justru kau yang kehilangan nyawamu di saat itu, karena ketidaktegaanmu untuk membunuh lawanmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Fanfiction"Kau... punya seribu alasan untuk meninggalkanku. Kenapa tetap bertahan?" "Tentu saja karena aku juga punya seribu alasan untuk tetap berada di sisimu. Kenapa aku harus meninggalkanmu?" *** Sebagai Pangeran Atlantis, Haechan sadar bila takdir sama s...